BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Ilmu
kebidanan adalah ilmu yang mempelajari tentang kehamilan, persalinan, dan kala nifas serta kembalinya alat reproduksi ke keadaan normal. Tujuan
ilmu kebidanan adalah untuk mengantarkan kehamilan, persalinan, dan kala nifas serta pemberian ASI dengan selamat dengan kerusakan akibat persalinan sekecil-kecilnya dan kembalinya
alat reproduksi kekeadaan normal. Kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara
ditentukan dengan perbandingan tinggi rendahnya angka kematian ibu dan angka
kematian perinatal. Dikemukakan bahwa angka kematian perinatal lebih
mencerminkan kesanggupan suatu negara untuk memberikan pelayanan kesehatan.
Indonesia, di lingkungan ASEAN, merupakan negara dengan angka kematian ibu dan
perinatal tertinggi, yang berarti kemampuan untuk memberikan pelayanan
kesehatan segara untuk memberikan pelayanan kesehatan masih memerlukan
perbaikan yang bersifat menyeluruh dan lebih bermutu.
Berdasarkan tingginya angka kematian ibu dan perinatal yang
dialami sebagian besar negara berkembang, maka WHO menetapkan salah satu usaha
yang sangat penting untuk dapat mencapai peningkatan pelayanan kebidanan yang menyeluruh dan bermutu yaitu dilaksanakannnya
praktek berdasar pada evidence based. Dimana bukti secara ilmiah telah
dibuktikan dan dapat digunakan sebagai dasar praktek terbaru yang lebih aman
dan diharapkan dapat mengendalikan asuhan kebidanan sehingga mampu memberikan
pelayanan yang lebih bermutu dan menyeluruh dengan tujuan menurunkan angka
kematian ibu dan angka kematian perinatal.
Karena alas an yang etis, politis dan ekonomi, semua intervensi
kesehatan di harapkan untuk berdasar pada bukti ( evidence-based care ), dan
bukan berdasarkan kebiasaan, keyakinan
pribadi atau praktek rutin hal ini pun berlaku di bidang kesehatan ibu.
B.
Tujuan
1. Mahasiswa
mengerti akan pengertian evidence based pactices in midwifery
2. Mahasiswa
mampu untuk selalu menggunakan evidence
based practices dalam mengambil keputusan klinik
3. Mahasiswa
dapat menyeleksi sumber-sumber penelitian terbaik yang dapat diggunakan dalam
menagani pasien
4. Mahasiswa
selalu mengupdet dirinya supaya saat menjadi bidan natinya dirinya tidak
ketinggalan informasi ilmiah
5. Mahasiswa
mampu mengakses situs-situs yang menyediakan sumber-sumber atau bukti ilmiah
serta dapat mengunakan kata kunci secara efektif
C.
Manfaat
1. Mahasiswa
akan mengerti betapa pentingnya penggunaan evidence based practices dalam
mengambil keputusan klinik
2. Mahasiswa
mampu mengerti tentang langkah-langkah menganamnesis keluhan pasien
3. Mahasiswa
dapat melatih diri untuk menghormati pasien karena hal ini salah satu elemen
penting evidence based practices in midwefery
4. Mahasiswa
mampu untuk terus menambah sumber-sumber atau bukti ilmiah terbaru sebagai
refernsi terhadap keluhan pasien
5. Mahasiswa
dapat membedakan serta menilai mana kah bukti ilmiah yang valid dan tidak valid
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Pengertian
Evidence
based adalah suatu pendekatan medic yang di dasarkan pada bukti-bukti ilmiah
terkini untuk kepentingan pelayanan kesehatan penderita. Dengan demikian dalam
praktek evidence based practices memadukan antara kemampuan dan pengalaman
klinik dengan bukti-bukti ilmiah terkini yang paling dapat di percaya ( Sackett
et al, 1996)
Evidence
based adalah integrasi hasil-hasil penelitian terbaru dengan sabjek pasien dan kejadian klinik dalam
membuat keputusan klinik atau merupakan juga hasil penelitian terbaru yang
merupakan integrasi antara pengalaman klinik, pengetahuan fatofiisiologi dan
keputusan terhadap kesehatan pasien ( Sugiarto,2009)
Suatu istilah yang luas yang digunakan dalam proses
pemberian informasi berdasarkan bukti dari penelitian (Gray, 1997).
Evidence
based mengkombinasikan antara penemuan terbaru dalam bidang praktek kebidanan
dengan pelayanan kesehatan terbaik yang diterima oleh klien. Dengan
dilakukannya penelitian yang mengawali pengumpulan data dan kemudian dilakukan
analisa. Sehingga mengetahui kesenjangan
antara pengetahuan atau teori yang berkembang dengan aplikasinya dalam
memberikan pelayanan.
Untuk
mencapai tujuan ini melibatkan jutaan wanita yang telah ikut berpartisipasi
dalam melakukan uji coba terkontrol secara acak. Hasil yang terbukti bermanfaat
baru digunakan secara rutin. Pelayanan kesehatan tanpa bukti telah ditinggalkan
karena kurangnya fleksibilitas dan relevan. Hasil penelitian yang diterapkan
adalah yang mudah dimengerti dan mudah digunakan secara klinis.
Tujuan
evidence based practices adalah membantu dalam proses pengambilan keputusan
seorang bidan yang berkerja berdasarkan bukti ilmiah (Murti,b .2009).
Tujuan
evidence based adalah membantu proses pengambilan keputusan klinik, baik untuk
kepentingan pencegahan,diagnose, terapeutik, maupun rehabilitasi yang di
dasarkan pada bukti-bukti ilmiah yang terpercaya dan dapat untuk di pertanggung
jawabkan
B.
Manfaat
Hasil penemuan
dari evidence based ini dapat menjadi sumber informasi, serta pengetahuan
tentang nilai kesehatannya dan tindakan yang di lakukakn berdasarkan teori
ilmiah dari penemu-penemu terbaru dan agar lebih efektif, ekonomis dan mudah di
aplikasikan oleh siapa saja dan di mana saja dan memberikan nilai pelayanan
yang optimal pada pasien sehingga bisa mengurangi angka kematian ibu (AKI) dan
angka kematian bayi (AKB) dengan praktek yang di terapkan dalam evidence based
.
C.
Kategori
a. Kehamilan
Normal
1.Perawatan
sebelum hamil
Perawatan prenatal mungkin bermanfaat bagi medis wanita
berisiko tinggi, tetapi ada data yang cukup untuk merekomendasikan terhadap
perawatan kehamilan di perempuan berisiko rendah. Dengan melakukan konseling secara teratur pada bidan akan
mengurangi keluhan dalam menjalani persalinan, mengurangi persalinan SC,
mengurangi resusitasi pada neonatus, persiapan inisiasi dini dan meningkatkan
kepuasan. Pemberian suplemen asam folat dimulai 1 bulan sebelum konsepsi yang
dilanjutkan sampai 28 hari setelah konsepsi.
2.
Perubahan fisiologis dalam kehamilan
Perubahan fisiologis yang terjadi
merupakan adaptasi selama kehamilan, sehingga bila informasi InI diketahui
sebelum kehamilan akan menimbulkan kesiapan. Perubahan yang terjadi menandakan
perubahan yang terjadi dalam batas normal ataupun tidak. Perubahan ini rerjadi sering bervariasi.
3.
USG dalam kehamilan
Tidak ada
panemuan yang menyatakan bahwa pemeriksaan USG menjadi suatu keharusan.
Pelaksanaannya dilakukan oleh orang yang telah professional. Dimana pemeriksaan
ini mampu untuk mengetahui usia kehamilan, tetapi klien harus diberi tahu
terlebih dahulu tentang manfaat dan resiko yang ditimbulkan. Pertama kali
dilakukan saat kunjungan pertama yaitu
18-20 minggu. Resiko yang rendah pada penggunaan USG, bila usia
kehamilan telah mencapai 28 hingga 34 minggu. Ini dilakukan untuk mengatasi
kematian dan kesakitan
4. Deteksi dini aneuploidy dan diagnosis sebelum
hamil
Pelaksanaan
deteksi ini dilakukan pada perempuan yang mempunyai resiko tinggi, dilakukannya
sebuah diskusi tentang setiap item yang dilakukan. Sehingga bila ditemukan
hasil yang abnormal, perempuan bisa mengerti akan kondisi tersebut.
Pendeteksian pada trimester pertama pelaksanaan akan memperoleh hasil yang
jelas pada minggu ke 11 karena telah di sekresikan hormone human chorionic gonadotropin (hCG). Sedangkan pada trimester kedua
USG akan memperlihatkan hasil berupa pengaruh yang terjadi pada janin.
5. Deteksi genetika
Pada
pendeteksian genetika sebenarnya tidak ada intervensi yang dapat dilakukan,
karena ini berkaitan dengan unsur genetik yang telah dibawa dari lahir. Seperti
pada pasien dengan kasus Cystic Fibrosis (CF) dengan kelainan pada autosom
resesif yang mengakibatkan mutasi dan sering mengalami pengulangan pada
kehamilan berikutnya. Selain itu, juga terjadi pada kasus Trisomy 21, yang
kejadian sering beriringan meningkatnya usia perempuan dalam menjalani
kehamilan
6. Persiapan
sebelum persalinan dan kala 1
Perlu
adanya deteksi dini sebelum persalinan tentang kondisi ibu dan janin. Sehingga
dapat dilakukan perencanaan persalinan apakah pervaginam ataupun
perabdominan/SC. SC dilakukan pada persalinan yang tidak memiliki presentasi
vertex dengan usia kehamilan ≥ 41 minggu, yang ditunjang dengan ukuran panggul
yang menyatakan adanya ketidaksesuaian antara panggul ibu dan kepala janin. Ini
diharapkan dapat menghindari keterlambatan dalam memberikan pelayanan kesehatan
yang adekuat demi kepuasan klien.
Praktek-praktek yang tidak efektif
ditinggalkan seperti klisma rutin, mendilatasi vagina, dan episiotomy rutin.
Sedangkan praktek yang eektif dilakukan seperti dukungan selama persalinan
ditingkatkan, pemanfaatan partograf dalam pengambilan keputusan klinik,
memantau pembukaan seviks pada fase aktif sampai penggunaan oxytosin yang
tepat.
7. Persalinan
kala 2
Kala
2 merupakan peristiwa transisi transisi ibu jan janin dengan dunia luar.
Terjadinya penurunan kadar supply oxygen ynag diberikan ibu, hal ini berkaitan
erat dengan penurunan kadar nilai pH tali pusat (<7,20). Selain itu timbul
ketidaknyamanan pada ibu akibat fisiologis dari persalianan itu sendiri.
Disinilah asuhan berupa perubahan posisi dalam persalinan dipraktekkan, karena
pemberian obat pengurang rasa nyeri tidak dianjurkan.
Durasi
kala 2 selama 60 menit, dalam kurun waktu itu dilakukan pemantauan pada ibu dan
janin. Saat meneran tidak boleh menggunakan Manuver Valsava (glottis tertutup)
karena akan menyebabkan semakin penurunan pH arteri dibandingkan meneran dengan
glottis terbuka. Bila kala 2 memanjang ditegakkanlah diagnosa dystosia.
Episiotomy rutin tidak lagi dianjurkan untuk menghindari kemungkinan trauma dan
laserasi yang akan terjadi.
8. Persalinan
kala 3
Kala
3 merupakan interval antara kelahiran bayi dan expulsi dari plasenta. Hasil
penelitian epidemiologi menyatakan bahwan lama rata-rata kala 3 adalah 6 menit,
tapi 97 % mengalami 30 menit. Setelah memastikan tidak adanya janin kedua dalam
rahim dilakukan management aktif kala3; pemberian oxytosin, peregangan tali
pusat terkendali dan memasase fundus. Oxytosin adalah uterotonik pilihan yang dapat
membantu mengurangi perdarahan dan mengurangi pengaruh dari prostaglandin sehingga uterus dapat
berkontraksi dengan baik.
Pemberian
misoprostol merupakan langkah awal antisipasi perdarahan primer, namun tidak
direkomendasikan pemberiannya secara rutin. Pemberian oxytosin dan pelaksanaan
PTT dapat mempercepat kala 3, mengurangi kehilangan darah selama persalinan
serta menghindari perdarahan post partum. Reparasi vagina dan perineum
dilakukan dengan benabg yang mudah menyyerap dengna teknik jahitan subcutikuler.
9. Pemantauan
FHR dalam persalinan
Pemeriksaan
auskultasi yang dianjurkan pada janin adalah dengan fetal heart rate (FHR). Dimana hasil yang didapatkan dapat menjadi
bahan pertimbangan dalam memutuskan terminasi dari persalinan tersebut.
Persalinan dari wanita yang beresiko tinggi diperlukan pemantauan FHR yang
lebih optimal. Untuk efektifitasnya, maka adanya akses pemantauan secara
komputerisasi, sehingga hasil yang diperoleh lebih akurat karena akan digunakan
dalam reinterpretasi.
10. Analgesia
dan anesthesia dalam kehamilan
Pada
setiap RS mempunyai fasilitas persalinan yang siap 24 jam, sehingga dapat dilakukan SC kurang dari 30 menit dari
diagnose ditegakkan. Dengan setidak-tidaknya RS tersebut memiliki satu orang
spesialis anastesi. Neuraxial analgesia digunakan dengan memanfaatkan
efektifitasnya dengan meminimalkan efek samping pada ibu dan janin. Sebelumnya
wanita dan keluarga diberi penjelasan tentang analgesia yang akan diberikan.
Dan memberi kesempatan memutuskan pilihan dengan memberikan bahan pertimbangan
secara medis.
Analgesia
epidural meningkatkan resiko gangguan pada hati, hipotensi dan terjadinya
retensi urin. Sedangkan combinased spinal
epidural (CSE) mempunyai efek anastesi yang lebih cepat, dengan dosis yang
lebih rendah. Dengan mengkombinasikan antara epidural dan teknik spinal
mempunyai hasil yang lebih memuaskan pada wanita. Selain mengurangi rasa nyeri
setelah operasi juga bisa meminimalkan pengaruh hipotensi.
11. Persalinan
pervaginan dengan tindakan vacuum dan forceps
Pelaksanaan
vacuum dan forceps mempunyai indikasi yang sama, tejadi pada persalinan
pervaginam yang tidak mengalami kemajuan. Tentunya saat itu tenaga kesehatan
juga mempertimbangkan alternatif lain seperti induksi persalinan dengan
oxitosin maupun SC.
Tindakan
ini harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang professional. Penelitian
menyatakan bahwa tindakan forceps sudah mulai ditinggalkan. Sedangkan pada
tindakan vacuum rendah lebih direkomendasikan. Tetapi efek samping dari
tindakan ini adalah adanya bekas trauma pa kepala bayi yang akan kembali
normal, selain itu juga laserasi pada
vagina dan perineum. Maka diperlukan konseling sebelum melakukan tindakan ini.
Pengaplikasian vacuum tidak boleh lebih dari 5 menit, bila telah dilakukan 3
kali upaya penarikan ternyata gagal maka tindakan vacuum tidak boleh
dilanjutkan.
12. Persalinan
SC
Terjadi
peningkatan persalinan dengan SC karena meningkatnya insiden kehamilan ganda,
riwayat persalinan SC dan sebab lain yang menyebabkan persalina pervaginam
tidak bisa dilakukan. Persalinan perabdminal dengan melakukan tindakan insisi.
Dilakukan bantuan pada pelepasan plasenta, dilakukan reparasi pada lapisan
visceral dan peritoneum dan dilakukan penjahitan secara subcuticuler.
13. Kelahiran
pervaginam dengan riwayat SC
Wanita
dengan riwayat SC yang pertama mempunyai kesempatan untuk pengakhiri kehamilannya
dengan elective repeat cesarean delivery
(ERCD) atau trial of labor (TOL).
Tidak ada uji coba yang membandingkan keselamatan, komplikasi, kesakitan maupun
kematian yang dialami oleh ibu dan janin. Namun TOL setelah SC mempunyai resiko
untuk mengalami rupture uteri. Keberhasilan dari persalinan pervaginam setelah
SC, vaginal birth after cesarean
(VBAC) sangat tergantung dari konseling tterhadap resiko yang akan terjadi
terhadap ibu dan keluarga.
b. Kehamilan
dengan komplikasi
1. Abortus
berulang/Recurrent pregnancy loss (REPL)
Abortus berulang adalah terjadinya terminasi
kehamilan < dari 14 minggu yang terjadi ≥ 2 kali. Prognosis terjadi pada 60-70% wanita yang
berumur < 35 tahun dan 40-50% berumur ≥ 35 tahun. Hal ini bisa disebabkan
oleh kariotip orang tua abnormal yang diwariskan pada keturunannya. Sehingga
sangat diperlukan konseling genetik dan diagnosis sebelum kehamilan. Selain itu
juga juga ada factor resiko berupa diabetes, penyakit thyroid, kekurangan
progesterone, infeksi, trombophilia dan tidak adekuatnya pengaruh dari human chorionic gonadotropin (hCG)
Wanita tidak boleh menggunakan imun tambahan tertentu, karena efeknya tidak
menguntungkan malah merugikan. Pada penelitian terbaru pemberian progesterone
tambahan memberikan efek yang terbatas.
2. Pencegahan
kelahiran preterem
Selama kehamilan penting untung menghindari
kelahiran preterem. Kelahiran preterem ini terjadi saat kehamilan berusia 20-36
minggu. Tingginya angka kejadian kelahiran preterem ini mengakibatkan tingginya
angka kematian dan angka kesakitan di suatu negara. Hal ini sangat dipengaruhi
oleh riwayat obstetric dan gynekologi pada wanita, pola hidup wanita dan berat
badan sebelum hamil. Beberapa upaya pencegahan terdiri atas:
·
Wanita yang mempunyai kebiasaan hidup
merokok, diberi konseling tentang bahaya rokok.
·
Wanita yang pernah mengalami kelahiran
preterem ≥ 1 kali disarankan untuk melakukan pemeriksaan yang lebih akurat
untuk mendapatkan suplemen yang tepat.
·
Wanita yang setelah melakukan
pemeriksaan labor didapatkan hasil jumlah asymptomatic bacteriuria > 100.000
bacteria/ml diberikan terapi antibiotic.
3. Preterm
premature rupture of membranes (PPROM)
Diagnosa pasti dilakukan dengan visualisasi
langsung pada apusan cairan ketuban yang
keluar dengan menggunakan nitrazine cervicovaginal apusan dan ferning sebagai
test dasar. Komplikasi yang terjadi bila terjadi PPROM terdiri atas : gangguan
pernapasan pada janin, gangguan sirkulasi darah pada janin, kerusakan saluran
cerna, infeksi pada ibu dan janin (chorioamnionitis, endometritis dll). Bila terjadi
pada kehamilan < 24 minggu, akan terjadi: solusio plasenta, prolaps tali
pusat. Selain itu juga terjadi kematian perinatal, hipoksia, gangguan
pertumbuhan, kesakitan yang berkepanjangan pada janin, meningkatkan angka
terjadinya SC dan retensio plasenta.
Kortikosteroid sangat membantu pada PPROM yang
terjadi antara 24-32 minggu, karena bisa menurunkan angka kematian janin.
Antibiotik diberikan setidaknya pada 48 jam pertama. Namun tidak ada hasil
penelitian yang direkomendasikan.
4. Induksi
persalinan
Indikasi dilakukannya induksi persalinan dikaitkan
dengan kala 1 memanjang, persalianan pervaginan dan persalinan SC dengan factor
resikonya. Sedangkan induksi pada kehamilan yang tidak aterm akan menimbulkan
resiko prematuritas. Pemeriksaan dengan USG dapt menberikan hasil yang akurat
dalam menentukan usia kehamilan yang tepat. Indikasi dilakukannya induksi
persalinan yaitu pada solusio plasenta, IUFD, khorioamnionitis, premature
rupture of membranes ≥ 34 minggu, post term, DJJ tidak teratur, dan tergantung
kondisi klinis ibu sendiri. Dalam praktek induksi persalianan kita dibantu oleh
skor Bishop yang apabila skornya < 5, maka keputusan klinik adalah SC. Tapi
apabila ≥ 9 berarti persalina pervaginan bisa dilanjutkan.
Bishop
skor dalam melakuka penilaian pada servik
Skor
|
Dilatasi
(cm)
|
Penipisan
(%)
|
Station
|
Konsistensi
servik
|
Posisi
servik
|
0
|
Tertutup
|
0-30
|
-3
|
Kaku
|
Posterior
|
1
|
1-2
|
40-50
|
-2
|
Sedang
|
Pertengahan
|
2
|
3-4
|
60-70
|
-1,
0
|
Lunak
|
Anterior
|
3
|
5-6
|
80
|
+1,
+2
|
-
|
-
|
Dalam
melakukan induksi persalinan lebih aman menggunakan oxytosin karena lebih aman
dan lebih efektif. Dosis yang tinggi akan mempersingkat waktu persalinan, tetai
akan meningkatkan stimulasi dari uterus, sehingga diperlukan dosis yang
terkontrol
5. Premature
rupture of membranes dalam atau dekat dari kehamulan cukup bulan
Penegakkan diagnosa dari PROM dalam kehamilan aterm
berdasarkan adanya pengeluaran cairan ketuban dan kemudian dilakukan
pemerikasaan nitrazine tes. Komplikasi utama yang terjadi adalah infeksi
intrauterine karena lamanya persalinan
yang diikuti oleh infeksi pada neonates. Pasien PROM harus segera
dirawat karena harus dilakukan induksi dengan menggunakan oxytosin dalam 6-12
jam setelan pecahnya ketuban. Induksi
oxytosin lebih aman, efektif dengan harga yang terjangkau. Misoprostol
adalah juga efektif tetapi tidak aman. Untuk efektifitas tindakan medis ini
maka perlu dikomunukasikan terlebih dahulu pada ibu dan anggota keluarga.
6. Meconium
Mekonium merupakan bagian dari fetus yang
komposisisnya terdiri atas mukopolidakarida, produk darah, rambut dan skuamasi
cells. Keberadaan mekonium dalam cairan amnion tampak secara histology dari
plasenta, dimana keberadaannya tidak ditemukan pada < 33 minggu usia gestasi
biasanya muncul setelah 34 minggu terutama pada kehamilan post term.
Pada sebagian kecil kasus keberadaan mekonium sering
dikaitkan dengan hipoksia karena tekanan yang terjadi mengakibatkan aktivitas
kolon meningkat dan mempengaruhi saluran pernapasan sehingga terjadi aspirasi
mekonium. Bantuan pertama untuk mengantisipasi ini adalah memberikan oxygen
pada 4 jan pertama kehidupan.
7. Malpresentasi
dan malposisi
Malpresentasi adalah presentasi janin
dimana bukan kepala yang menjadi bagian terendah dalam uterus. Sedang malposisi
adalah posisi janin yang bukan anterior. Malpresentasi sering berkaitan dengan
kelainan dari uterus, fibroid, plasenta previa, grande multipara, kontraksi
pada panggul, tumor pelvic, prematuritas, kehamilan ganda, kelainan janin dan
riwayat persalinan sebelumnya.Melakukan versi luar dapat dilakukan dengan
efektif dan efesien yang dimulai dari
usia kehamilan 34-36 minggu pada kasus-kasus tertentu. Namun tidak
efektif bila terjadi gangguan DJJ pada janin, solusio plasenta, rupture
membrane, kelainan pada uterus, riwayat perdarahan uterus yang tidak diketahui
dan fase aktif dari persalinan.
8. Distosia
bahu
Distosia bahu
adalah susahnya kelahiran bahu bayi sehingga diperlukan maneuver tambahan yang
dapat membantu kelahiran ini, tentunya ini hanya terjadi pada presentasi
vertek. Namun penegakkan diagnosa sering terjadi keterlambatan.
Komplikasi yang terjadi dapat berupa brachial plexus
injury, fraktur, hypoksia-iskemik, enchepalopaty, gangguan saraf yang
berkepanjangan, kematian, laserasi perineum derajat tiga dan empat dan
perdarahan post partum pada ibu. Maka dilakukan pendeteksian resiko pada
kehamilan dengan makrosomia, DM, obesitas, kehamilan lewat bulan, kala 2
memanjang dan persalinan pervaginam percobaan dengan vacuum dan forcep. Maka
diperlukan fasilitas kesehatan dengan pelayanan kebidanan yang lengkap.
Manajemen yang dilakukan pada distosia bahu;
·
Ask for help (anesthesia, neonatology,
nursing, etc)
·
Mc Roberts maneuver
·
Suprapubic pressure
·
Shoulder rotation terdiri atas ; Rubins
maneuver dan Woods cockscrew
·
Delivery of posterior arm
·
Episiotomy
·
“All-four”
·
Clavicle fracture
·
Cephalis replacement (Zavanelli
manuever)
·
Symhysiotomi
9. Komplikasi
pada kala 3
Tidak ada kriteria objektif yang dapat memprediksi
terjadinya komplikasi pada kala 3. Misoprostol perrektal sangat membantu dalam
penanganan awal pada primary postpartum
hemorrhage (PPH). Dan oxytosin digunakan sebagai uterotnika pada PPH
10. Kehamilan
lewat bulan
Kehamilan lewat bulan merupakan usia kehamilan yang telah melebihi ≥ 42 minggu
atau ≥ 294 hari. Komplikasi pada bayi berupa aspirasi mekonium, infeksi intrauterine,
gangguan DJJ, asfiksia neonatus, dan IUFD. Sedangkan pada ibu akan terjadi
persalinan distosia, perlukaan perineum dan persalinan dengan SC. Factor resiko
berupa hipertensi. DM, dan gangguan pertumbuhan pada janin. Maka diperlukan
deteksi dini yang dimulai dari usia kehamilan < 20 minggu secara rutin dan
kemudian dilanjutkan pada 38 atau 41 minggu.
11. Plasenta
previa
Pada pemeriksaan kehamilan perlu dilakukan deteksi
posisi plasenta dengan menggunakan USG. Faktor resiko ditentukan oleh seberapa
jauh penanaman plasenta pada segmen bawah rahim dan seberapa jauh menutupi
ostium uteri uternum. Pada pasien yang dicurigai plasenta previa diperlukan
pemeriksaan yang lebih lanjut antara usia kehamilan 32 dan 35 minggu. Wanita
yang mengalami plasenta totalis dilakukan penanganan persalinan dengan SC.
12. Solusio
plasenta
Solusio plasenta adalah pelepasan plasenta sebelum
waktunya dengan implantasi yang normal. Sering terjadi pada kehamilan pertama,
hipertensi dalam kehamilan, kebiasaan merokok dan konsomsi kokain,
polihidramnion, PROM, chorioamnitis dan trauma dalam kehamilan. Diagnosa dapat
dilakukan dengan pemeriksaan fisik, laboratirium dan USG. Tidak ada intervensi
yang dapat dilakukan untuk pencegahan terjadinya solusio plasenta. Maka
diperlukan deteksi terutama memasuki usia kehamilan yang aterm.
13. Infeksi
post partum
Penegakkan
diagnosa tejadinya infeksi post partum bila ditemukan ≥ 2 gejala-gejala
berikut;
·
Demam dengan suhu > 100,3 ®F dari
setidaknya dua kali pengukuran, dengan jarak pengukuran ≥ 6 jam.
·
Fundus melunak.
·
Tachycardia ( frakuensi nadi > 100
kali/menit).
·
Aroma busuk bada lochea.
Endometritis pada post partum sering
terjadi setelah terjadi persalinan SC, maka dilakukan pencegahan dengan
memberikan antibiotik (jenis ampicillin dan cephalosporin), melahirkan plasenta
dengan lengkap, menghindari penutupan antara lapisan visceral dan parietal
peritoneum dan penutupan jahitan atau drainase secara subcutan dengan kedalaman
≥ 2 cm. Pemberian Gentamisin dan Clindamysin IV mempunyai efek yang efektif pada
endometritis.
14. Neonates
Diperlukan
untuk satbilisasi neonatal harus tersedia danPersonal terlatih dalam neonatal
resusitasi harus selalu tersedia di setiap persalinan, Resusitasi neonatal di
mulai dengan pengeringan, merangsang dan menbersihkan jalan nafas jika resusitasi lebih lanjut di lakukan, itu
sering terjadi karena kegagalan pernafasan dan dapat di lakukan dengan bantuan
dari saluran nafas dan pernafasan. Ada Sebuah tansisi yang sulit dapat di
antisipasi oleh bayi yang beresiko dan dapat di lakukan untuk hipotermia,
hypoglycemy dan congenital anomalies. Bayi yang beresiko rendah > 36 minggu
kehamilan, dan bayi dengan berat badan 2500-4200, afgar > 7 di 5 menit, normal
vital signs, dan ada tanda-tanda kogenital anominalis bawaan atau gangguan
pernafasan
c. Perkembangan
genekologi yang berkaitan dengan kahamilan
1. Management
kebidanan pada abortus
Diagnosa trimester oleh USG transvaginal ultrasound
dan serial human clhorionic gonadotropin. Ada tiga pilihan utama bagi para
wanita dengan kehilangan pada trimester pertama yang spontan yang masih belum
lengkap manajement kehamilan, kesehatan,
dan bedah. Manajemen yang sukses evakuasi rahimnya lengkap. Tingkat
keberhasilan masing-masing pendekatan beberapa faktor, khususnya kerugian (
tanpa gejala tampak kerugian, dengan gejala seperti pendarahan dan kram ) dan
di perkirakan gastasional, kerugian
dengan gejala yang lebih mudah seperti salah satu < 9 minggu.Manajemen
operasi adalah pilihan yang tertinggi (
>97%) sukses. Endometroitis laju
homogen ≤ 1%. Keselamatan kematian adalah tertinggi dengan pengguna vakum
ekstraksi saat anastesi regional atau umum dapat di hindari. Manajemen
kesehatan adalah signifikan lebih efektif untuk ibu yang hamil. Misoprostol 800mg
vagina. Dengan dosis berulang pada hari 1-3 hari yang komlit dan tidak komplit,
memiliki keamanan tinggi (endometroitis dan hormone gestational, 88% dengan emryo atau kematian janin dan 93%
dengan komlit atau takterelakan aborsi pada wanita < 13 minggu. Mifepristone
200-600 mg oral dan misoprostol di 24-48 jam, atau intamuskular (IM)
methotrexate . misoprostol di 3-5 hari , serta regimen lainnya efektif tapi pilihan sedikit kurang aman.
2.
Masa pada tuba
Tidak ada percobaan untuk setiap terjadinya massa
pada tuba, tetapi komplikasi yang sering terjadi pada kasus nyeri yang begitu
hebat (5-26%), torsi ovarium (7-12%), cyst rupture (9%), infeksi pelvic dan
trauma dalam persalinan (5-17%) dan kanker ovarium (<5%). USG dengan
menggunakan transvaginal dan kemampuan Doppler membantu dalam penegakkan
diagnose dan prognosa.
Bila teridentifikasi massa tuba saat terjadinya
kehamilan, diperlukan kolaborasi antara gynecologic oncologist,
anesthesiologist dan neonatologist. Penanganan pada trimester pertama tidak
mempunyai keberhasilan yang akurat. Penanganan pada trimester tiga ditangguhkan
sampai persalinan atau sampai masa post partum.
Tindakan selama kehamilan berupa observasi pada
massa tuba tersebut selama trimester kedua atau sampai terjadinya perkembangan
yang kompleks dengan adanya papillations atau bilateral ≥ 5 cm, atau
peningkatan > 30% atau mencapai 10 cm. bila waktunya sudah tepat akan
terjadi kehilangan kehamilan atau resiko terjadinya kelahiran prematur.
Intervensi yang segera dilakukan bila ditemukannya tanda-tanda keganasan, maka
dilakukanlah tindakan SC. Penanganan terkini yang bisa dilakukan pada kanker
ovarium berupa perawatan cytoreductive
dan melakukan kemotherapi namun keputusan ini tergantung dari viabilitas
janin dan keputusan ibu.
3. Deteksi
kanker serviks
Pada pendeteksian kanker serviks dilakukan manajemen
pemeriksaan yang berbeda pada pemeriksaan serviks. Karena resiko terjadinya
pecahnya ketuban secara dini maka kuret endoserviks dihindari dalam kehamilan.
Diagnosa conization selama kehamilan dilakukan bila pemeriksaan dengan biopsi
atau sitologi diragukan pada invansif kanke. Sehingga diagnose ini merupakan
kombinasi dari penanganan yang disarankan, waktu dan tipe dari kasus yang ada.
Bila hasil dari pemeriksaan histology dari invansif
kanker terdeteksi adanya lesi, pada persalinan SC ditemukan akumulasi gejala
berupa perdarahan selama persalinan dan post partum. Bila ditemukan
mikroinvasif (pada tahap IA1) atau non-visible lesion (pada tahap IA2), atau
menggunakan jalur abdominal atau vagina dalam ini tergantung dari circumstances
obstetric dan genekologi yang digunakan. saat diagnosa kanker serviks pertama
kali ditegakkan perlu disarankan untuk melakukan penanganan pada tipe yang
ganas, karena pada saat kehamilan ini juga akan dipengaruhi oleh tingkat kanker
serviks itu sendiri, usia kehamilan pada waktu ditegakkan diagnosa dan harapan
wanita pada keberlangsungan kehamilannya.
D. Praktek
Perubahan
praktek kebidanan yang di ajurkan
menjadi dasar penetapan standar asuahan persalianan normal
1. Perkiraan
hemoglobin pada kehamilan
a. Dalam
kehamilan normal akan terjadi penurunan kadar Hb. Kadar Hb terendah terjadi
sekitar umur kehamilan 30 minggu oleh karena itu pemeriksaan Hb harus di
lakukan pada kehamilan dini untuk melihat data awal, lalu di ulang pada sekitar
30 minggu.
b. Bila
HB rendah secara abnormal ( di bawah 9 gr % ) harus di lakukan pemeriksaan dan
pengobatan yang sesuai. Mungkin perlu di lakukan pemeriksaan dan pengobatan
yang sesuai. Mungkin perlu di lakukan pemeriksaan Hb ulang untuk melihat apakah
pengobatan sudah tepat.
c. Kalau
hanya terjadi anemia ringan, sebab yang paling sering adalah defisiensi besi
dan dapat di obati secara efektif dengan suplementasi besi.
d. Semua
ibu hamil terutama mereka yang mendapat suplementasi besi harus mendapat
nasihat gizi. Mereka harus menghindari tembakau, the dan kopi serta di pastikan
bahwa mereka mengkonsumsi makanan kaya protein dan vitamin C.
2. Perkiraan
tinggi pundus
a. Terdapat
variasi yang lebar antara operator yang melakuakn pengukuran tinggi pundus
uteri dengan cara tradisional
b. Menggunakan
vita ukur untuk mengukur jarak antara tepi atas simpisis pubis dengan fundus
uteri dalam cm merupakan metoda yang dapat di andalkan untuk memperkirakan
tinggi fundus uteri
c. Jarak
tersebut ( dalam cm) sesuai dengan umur kehamilan ( dalam minggu) setelah umur
kehamilan 24 minggu.
3. Hipotesis
pada saat berbaring terlentang
a. Posisi
terlentang mempengaruhi fisiologi ibu dan janinnya
b. Setiap
ibu hamil hendaknya menghindari posisi terlentang terutama pada kehamilan
lanjut
c. Bila
posisi terlentang di butuhkan maka di anjurkan untuk meletakkan bantal kecil di
bawah sisi kiri panggul bawah
4. Dukungan
pada persalinan
a. Kehadiran
orang kedua / pendamping atas pilihan ibu sendiri di samping bidan menolong
persalinan
b. Orang
ke dua ini sebaiknya seorang wanita yang berpengalaman dalam memahami
persalianan ( dalam beberapa penelitian orang ini telah dapat pendidikan dan
pengetahuan untuk melakukan perannya denagn baik).
5. Pemeriksaan
dalam
a. Pemeriksaan
dalam harus di laksanankan oleh tenaga yang terampil
b. Jarang
dibutuhkan periksa dalam lebih sering dari setiap 4 jam
c. Harus
selalu ada indikasi yang jelas untuk melakukan perisa dalam
d. Yang
terpenting adalah : perisa dalam saat persalinan harus di laksanakan secara
aseptik dan atas indikasi
6. Posisi
dan gerakan ibu dalam persalinan
a. Ibu
hamil di perbolehkan tetap bergerak selama persalinan
b. Ibu
bersalin bebas menentukan posisi yang di anggap paling nyaman kecuali ada
kontraindikasi obstetric atau medik.
c. Ibu
hamil yang tetap bergerak dan mengambil posisi tegak pada saat persalinan di
laporkan mengalami persalinan lebih singkat dan kurang nyeri
d. Posisi
terlentang pada persalinan memiliki banyak pengaruh buruk terhadap ibu
bersalian dan janin nya sehingga harus di hindarkan
7. Makan
dan minum selama persalinan
a. Ibu
bersalin boleh makan makanan ringan yang mudah di cerna dan rendah lemak selama
persalinan bila ia mau.
8. Penggunaan
enema /klisma
a. Tidak
ada bukti bahwa klisma akan memperpendek waktu persalian
b. Tidak
ada bukti bahwa pemberian klisma akan mengurangi angka infeksi pasca persalian
c. Tidak
ada bukti bahwa ibu bersalin memilih pemberian klisma
d. Penelitian
mendukung untuk hanya pemberian klisma atas indikasi yang jelas dan bial ibu
ingin mendapatkan klisma
9. Posisi
ibu pada saat persalinan
a. Di
anjurkan untuk mengizinkan ibu bersalin memilih posisi pilihan mereka sendiri
dalam persalinan
b. Ibu
bersalin yang mengambil posisi tegak untuk persalian memiliki hasil persalinan
yang lebih baik dan bayi baru lahirnya memiliki nilai apgar pada 1 dan 5 menit
yang lebih baik
c. Posisi
litotomi tidak boleh di gunakan sebagai posisi rutin untuk persalinan dan harus
di tinggalkan
10. Pengaturan
nafas pada kala II persalinan
a. Menahan
nafas sambil menran tidak berakibat lebih singkat dari kala II
b. Memberikan
ibu bersalin bernafas seperti biasa dan meneran pada saat mersa ada dorongan
tidak menunda kemajuan persalinan dan menguntungkan ibu maupun janinnya serta
menyebabkan aliran darah plasenta ke janin lebih baik
c. Mengubah
posisi ibu bersalin pada posisi yang lebih tegak atau jongkok dapat menolong
bila ada kesulitan meneran atau bila terjadi kelambatan penurunan presentasi
janin pada kala II persalian karena dapat meningkatkan efesiensi kontraksi dan
meneran
d. Menghindari
penggunaan posisi terlentang dan litotomi pada persalinan dapat mencegah
terjadinya beberapa masalah seperti kelambatan pada kala II atau kesulitan
penurunan bagian bawah janin dank arena itu hal tersebut merupakan cara terbaik
untuk menjaga persalinan agar tetap normal
11. Perlukaan
jelas pada perenium
a. Persalina dalam posisi berdiri atau tegak, terutama
jongkok dapat membantu mengurangi trauma pada perenium
b. Efisiotomi
di lakuakan atas indikasi
c. Jangan
melakukan manipulasi meleberkan lubang vagina
12. Efisiotomi
a. Efisiotomi
rutin sebaiknya di tinggalkan
b. Banyak
hal yang semula dinyatakan sebagai keuntungan efisiotomi tetapi tidak di dukung
bukti
c. Bila
ada indikasi episiotomy pilihan insisi episiotomy sesuai kebutuhan
13. Memulai
pemberian air susu ibu
a. Pemberian
ASI harus di mulai sedini mungkin setelah persalinan sebaiknya dalam waktu 1
jam pertama setelah persalinan
b. Pengaturan
waktu untuk menyusui akan menghambat keberhasilan dalam memberikan ASI
c. Posisi
bayi yang benar pada tubuh dan putting susu ibu waktu menyusui akan membantu
keberhasilan mulai pemberian ASI.
14. Regulasi
suhu bayi baru lahir dengan kontak kulit ke kulit
a. Pada
umumnya bayi akan mengalami penurunan suhu tubuh segera setelah di lahirkan
b. Hipotermi
dapat menyebabkan asfiksi yang berakibat kesakitan dan kematian bayi baru lahir
c. Kebanyakan
kasus hipotermi dapat di cegah dengan cara yang mudah mengeringkan dan
menyelimuti bayi segera lahir
d. Kontak
kulit ke kulit ( metoda kangguru) merupakan cara efekif untuk menjaga suhu
tubuh bayi baru lahir terutama pada bayi berat lahir rendah.
15. Perawatan
neonatus pada persalinan
a. Aspirasi
lender yang berlebihan tidak perlu di lakukan secara rutin
b. Semua
bayi baru lahir tanpa memandang tempat di lahirkan memiliki resiko
hipotermiOleh karena itu di butuhkan upaya aktif dari penolong persalinan untuk
mencegah terjadinya hipotermi termasuk menunda memandikan bayi
c. Pemberian
ASI secara dini dapat mencegah
terjadinya hipotermi di samping dapat mencegah infeksi.
16. Penggunaan
oksitostika pada kala III
a. Obat-obatan
oksitostika yang di berikan pada manajemen kala III dapat mencegah terjadinya
pendarahan pasca salin
b. Pemberian
10 IU oksitoksin segera setelah bayi lahir dan manajemen aktif kala III akan
mencegah kejadian pasca persalinan
c. Obat-obatan
oksitostika akan kehilangan potensinya sehingga menjadi kurang efektif bila
terkena sinar matahari langsung dan tidak di simpan dalam suhu 2-8 derajat
celcius
d. Obat-obatan
oksitostika tidak boleh di berikan secara intramuskuler sebelum bayi di
lahirkan.
17. Menjahit
perenium
a. Robekan
perenium hanya perlu di jahit bila besar atau terjadi pendarahan
b. Jenis
bahan untuk menjahit dapat berpengaruh terhadap derajat rasa nyeri yang di
alami oleh ibu bersalin di samping mengakibatkan komlikasi pasca salin
c. Benang
yang dapat di serap lebih menguntungkan di bandingkan dengan bahan lain
18. Penggunana
vakum ekstraktor
a. Vakum
ekstraktor sama aman nya dengan forceps bila di gunakan oleh operator yang
terlatih dan kompeten
b. Persalinan
mengunakan vakum ekstaktor tidak meningkatkan mobiditas / mortalitas bayi baru
lahir maupun ibu.
19. Memotong
tali pusat
a. Menunda
penjepitan dan pemotongan tali pusat sekitar 1-2 menit dapat meningkatkan
jumlah darah yang di alirkan ke bayi baru lahir sehingga dapat mencegah
rendahnya Hb dalam priode neonatal terutama pada bayi baru lahir prematur dan
berat lahir rendah.
b. Menunda
penjepitan dn pemotongan tali pusat tidak menigkatkan terjadinya pendarahan
postpartum
20. Perawatan
tali puasat
a. Membiarkan
tali puasat mongering dan hanya melakuakan perawatan rutin setiap hari dengan
air matang merupakan cara yang sama efektifnya dengan cara merawat tali pusat
lain nya
b. Membiarkan
tali pusat mongering dengan sendirinya dan hanya membersihkan setiap hari
dengan air bersih tidak menyebabkan peningkatan infeksi
c. Usapan
alcohol dan antiseptic dapat mempercepat waktu pelepasan tali pusat tetapi
secara statistic tidak bermakna bila di bandingkan dengan membiarkan tali pusat
mongering sendiri
21. Pemberian
air susu ibu secara dini dan ekslusif
a. Pemberian
ASI dini dan ekslusif memiliki banyak keuntungan penting untuk memberikan
kolostrum
b. Pemberian
ASI dini dan ekslusif mendukung keberhasilan dalam memulai pemberian ASI
c. Pemberian
dini ASI dan ekslusif untuk 4-6 bulan akanmelindungi bayi baru lahir dari
berbagai penyakit anak terutama alergi dan gangguan perncernaan
d. Pemberian
ASi dan ekslusif dapat mencegah hipotermi pada bayi baru lahir
e. Pemberian
ASI dini dan ekslusif berarti mempertahankan pemberian ASI saja
sekurang-kurangnya selama 4-6 bulan
f. Pemberian
ASi dini dan ekslusif akan membantu mencegah infeksi.
22. Memperkirakan
Hb pada masa nifas
a. Bahwa
10% ibu nifas memiliki Hb rendah (Hb < 11 gr %)
b. Kelelahan
merupakan keluhan utama pada 6 minggu pasca salin yang mungkin di sebabkan oleh
kadar Hb yang rendah.
23. Manajemen
ekslamsi – uji coba magnesium sulfat
a. Eklamsi
merupakan sebab utama kematian ibu di semua Negara dan mengakibatkan sekitar
50.000 kematian ibu di dunia setiap tahun
b. Magnesium
sulfat telah di buktikan memiliki keuntungan yang nyata bila di bandingkan
dengan obat lain
c. Magnesium
sulfat bila di bandingkan denagn obat lain akan mengurangi kejang ekslamsi
d. Magnesium
sulfat bila di bandingkan dengan fenitoin dapat mengurangi indsidens pneumonia akibat
kejang eklamsi
e. Magnesim
sulfat bila di bandingkan dengan obat lain dapat memperbaiki kondisi bayi baru
lahir yang terlihat dengan membaiknya nilai apgar1-5 menit
f. Magnesium
sulfat harus menjadi obat terpilih di semua Negara.
24. Distosia
bahu
a. Distosia
bahu tidak dpat di perediksi secara akurat
b. Ditosiabahu
biasanya terjadi tanpa dugaan
c. Posisi
lutut dada yang ekstrim ( maneuver Mc Roberts ) telah terbukti hanya
membutuhkan traksi ringan dan hanya sedikit mengakibatkan morbiditas pada
neonatal di banding maneuver lain.
d. Penekanan
fundus dapat mengakibatkan tingginya morbiditas neonatal.
E.
Keuntungan
dan kendala
a. Keuntungan
evidence based practices adalah merupakan siklus yang di awali dari masalah
pasien dan berakhir dari keuntungan pasien (Sastroasmoro,S, 2009)
b. Kerugiannya
1. Kurangnya
akses terhadap bukti ilmiah
2. Kurangnya
pengetahuan dalam telaah
3. Kritis
dan metodeologinya penelitian
4. Tidak
adanya dukungan organisasi
5. Tidak
adanya dukungan dari kolega
c. Kendala
dalam evidence based adalah
1. Kibiasan
untuk bertanya dan mencari
2. Kemapuan
untuk menemukan dan menelaah dan menerapkan evidence
3. Sumber
informasi yang keterbatasan waktu
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Paradigma baru (aktif) yang
disebutkan sebelumnya yang berdasarkan evidence based terkini, terbukti dapat
mencegah atau mengurangi komplikasi yang sering terjadi. Hal ini memberi
manfaat yang nyata dan mampu membantu upaya penurunan angka kematian ibu dan bayi
baru lahir. Karena sebagian besar persalinan di Indonesia terjadi di desa atau di fasilitas pelayanan
kesehatan dasar dimana tingkat keterampilan petugas dan sarana kesehatan sangat
terbatas maka paradigma aktif menjadi sangat strategis bila dapat diterapkan
pada tingkat tersebut. Jika semua penolong persalinan dilatih agar kompeten untuk melakukan upaya pencegahan atau
deteksi dini secara aktif terhadap berbagai
komplikasi yang mungkin terjadi, memberikan pertolongan secara adekuat dan
tepat waktu, dan melakukan upaya rujukan yang optimal maka semua upaya tersebut
dapat secara bermakna menurunkan jumlah kesakitan atau kematian ibu dan bayi
baru lahir.
B. Saran
Diharapkan akan adanya peningkatan
jumlah bidan terlibat dalam penelitian,akan pengetahuan berdasar bukti
mengenai asuhan kebidanan khususnya dalam memberikan pelayanan kesehatan pada ibu
dan anak dalam upaya penurunan AKI dan AKB.