Mengenai Saya

Foto saya
hiduup q yang penuh batuu dan durii..tapii dengan sepertii ini lah aku semangat untuk menjalani harii- harii kuu..

Senin, 08 April 2013

evidanbased practise


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Ilmu kebidanan adalah ilmu yang mempelajari tentang kehamilan, persalinan, dan kala nifas serta kembalinya alat reproduksi ke keadaan normal. Tujuan ilmu kebidanan adalah untuk mengantarkan kehamilan, persalinan, dan kala nifas serta pemberian ASI dengan selamat dengan kerusakan akibat persalinan sekecil-kecilnya dan kembalinya alat reproduksi kekeadaan normal. Kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara ditentukan dengan perbandingan tinggi rendahnya angka kematian ibu dan angka kematian perinatal. Dikemukakan bahwa angka kematian perinatal lebih mencerminkan kesanggupan suatu negara untuk memberikan pelayanan kesehatan. Indonesia, di lingkungan ASEAN, merupakan negara dengan angka kematian ibu dan perinatal tertinggi, yang berarti kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan segara untuk memberikan pelayanan kesehatan masih memerlukan perbaikan yang bersifat menyeluruh dan lebih bermutu.
Berdasarkan tingginya angka kematian ibu dan perinatal yang dialami sebagian besar negara berkembang, maka WHO menetapkan salah satu usaha yang sangat penting untuk dapat mencapai peningkatan pelayanan kebidanan yang menyeluruh dan bermutu yaitu dilaksanakannnya praktek berdasar pada evidence based. Dimana bukti secara ilmiah telah dibuktikan dan dapat digunakan sebagai dasar praktek terbaru yang lebih aman dan diharapkan dapat mengendalikan asuhan kebidanan sehingga mampu memberikan pelayanan yang lebih bermutu dan menyeluruh dengan tujuan menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian perinatal.
Karena alas an yang etis, politis dan ekonomi, semua intervensi kesehatan di harapkan untuk berdasar pada bukti ( evidence-based care ), dan bukan berdasarkan kebiasaan,  keyakinan pribadi atau praktek rutin hal ini pun berlaku di bidang kesehatan ibu.

B.     Tujuan
1.      Mahasiswa mengerti akan pengertian evidence based pactices in midwifery
2.      Mahasiswa mampu untuk selalu menggunakan  evidence based practices dalam mengambil keputusan klinik
3.      Mahasiswa dapat menyeleksi sumber-sumber penelitian terbaik yang dapat diggunakan dalam menagani pasien
4.      Mahasiswa selalu mengupdet dirinya supaya saat menjadi bidan natinya dirinya tidak ketinggalan informasi ilmiah
5.      Mahasiswa mampu mengakses situs-situs yang menyediakan sumber-sumber atau bukti ilmiah serta dapat mengunakan kata kunci secara efektif



C.    Manfaat
1.      Mahasiswa akan mengerti betapa pentingnya penggunaan evidence based practices dalam mengambil keputusan klinik
2.      Mahasiswa mampu mengerti tentang langkah-langkah menganamnesis keluhan pasien
3.      Mahasiswa dapat melatih diri untuk menghormati pasien karena hal ini salah satu elemen penting evidence based practices in midwefery
4.      Mahasiswa mampu untuk terus menambah sumber-sumber atau bukti ilmiah terbaru sebagai refernsi terhadap keluhan pasien
5.      Mahasiswa dapat membedakan serta menilai mana kah bukti ilmiah yang valid dan tidak valid












BAB II
TINJAUAN TEORI

A.    Pengertian
Evidence based adalah suatu pendekatan medic yang di dasarkan pada bukti-bukti ilmiah terkini untuk kepentingan pelayanan kesehatan penderita. Dengan demikian dalam praktek evidence based practices memadukan antara kemampuan dan pengalaman klinik dengan bukti-bukti ilmiah terkini yang paling dapat di percaya ( Sackett et al, 1996)
Evidence based adalah integrasi hasil-hasil penelitian terbaru dengan  sabjek pasien dan kejadian klinik dalam membuat keputusan klinik atau merupakan juga hasil penelitian terbaru yang merupakan integrasi antara pengalaman klinik, pengetahuan fatofiisiologi dan keputusan terhadap kesehatan pasien ( Sugiarto,2009)
Suatu istilah yang luas yang digunakan dalam proses pemberian informasi berdasarkan bukti dari penelitian (Gray, 1997).
Evidence based mengkombinasikan antara penemuan terbaru dalam bidang praktek kebidanan dengan pelayanan kesehatan terbaik yang diterima oleh klien. Dengan dilakukannya penelitian yang mengawali pengumpulan data dan kemudian dilakukan analisa. Sehingga  mengetahui kesenjangan antara pengetahuan atau teori yang berkembang dengan aplikasinya dalam memberikan pelayanan.
Untuk mencapai tujuan ini melibatkan jutaan wanita yang telah ikut berpartisipasi dalam melakukan uji coba terkontrol secara acak. Hasil yang terbukti bermanfaat baru digunakan secara rutin. Pelayanan kesehatan tanpa bukti telah ditinggalkan karena kurangnya fleksibilitas dan relevan. Hasil penelitian yang diterapkan adalah yang mudah dimengerti dan mudah digunakan secara klinis.
Tujuan evidence based practices adalah membantu dalam proses pengambilan keputusan seorang bidan yang berkerja berdasarkan bukti ilmiah (Murti,b .2009).
Tujuan evidence based adalah membantu proses pengambilan keputusan klinik, baik untuk kepentingan pencegahan,diagnose, terapeutik, maupun rehabilitasi yang di dasarkan pada bukti-bukti ilmiah yang terpercaya dan dapat untuk di pertanggung jawabkan

B.     Manfaat
Hasil penemuan dari evidence based ini dapat menjadi sumber informasi, serta pengetahuan tentang nilai kesehatannya dan tindakan yang di lakukakn berdasarkan teori ilmiah dari penemu-penemu terbaru dan agar lebih efektif, ekonomis dan mudah di aplikasikan oleh siapa saja dan di mana saja dan memberikan nilai pelayanan yang optimal pada pasien sehingga bisa mengurangi angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) dengan praktek yang di terapkan dalam evidence based .

C.    Kategori
a.      Kehamilan Normal
1.Perawatan sebelum hamil
Perawatan prenatal mungkin bermanfaat bagi medis wanita berisiko tinggi, tetapi ada data yang cukup untuk merekomendasikan terhadap perawatan kehamilan di perempuan berisiko rendah. Dengan melakukan konseling secara teratur pada bidan akan mengurangi keluhan dalam menjalani persalinan, mengurangi persalinan SC, mengurangi resusitasi pada neonatus, persiapan inisiasi dini dan meningkatkan kepuasan. Pemberian suplemen asam folat dimulai 1 bulan sebelum konsepsi yang dilanjutkan sampai 28 hari setelah konsepsi.  
2. Perubahan fisiologis dalam kehamilan
Perubahan fisiologis yang terjadi merupakan adaptasi selama kehamilan, sehingga bila informasi InI diketahui sebelum kehamilan akan menimbulkan kesiapan. Perubahan yang terjadi menandakan perubahan yang terjadi dalam batas normal ataupun tidak. Perubahan ini  rerjadi sering bervariasi. 
3.  USG dalam kehamilan
Tidak ada panemuan yang menyatakan bahwa pemeriksaan USG menjadi suatu keharusan. Pelaksanaannya dilakukan oleh orang yang telah professional. Dimana pemeriksaan ini mampu untuk mengetahui usia kehamilan, tetapi klien harus diberi tahu terlebih dahulu tentang manfaat dan resiko yang ditimbulkan. Pertama kali dilakukan saat kunjungan pertama yaitu  18-20 minggu. Resiko yang rendah pada penggunaan USG, bila usia kehamilan telah mencapai 28 hingga 34 minggu. Ini dilakukan untuk mengatasi kematian dan kesakitan
4.  Deteksi dini aneuploidy dan diagnosis sebelum hamil
Pelaksanaan deteksi ini dilakukan pada perempuan yang mempunyai resiko tinggi, dilakukannya sebuah diskusi tentang setiap item yang dilakukan. Sehingga bila ditemukan hasil yang abnormal, perempuan bisa mengerti akan kondisi tersebut. Pendeteksian pada trimester pertama pelaksanaan akan memperoleh hasil yang jelas pada minggu ke 11 karena telah di sekresikan hormone human chorionic gonadotropin (hCG). Sedangkan pada trimester kedua USG akan memperlihatkan hasil berupa pengaruh yang terjadi pada janin.
5. Deteksi genetika
Pada pendeteksian genetika sebenarnya tidak ada intervensi yang dapat dilakukan, karena ini berkaitan dengan unsur genetik yang telah dibawa dari lahir. Seperti pada pasien dengan kasus Cystic Fibrosis (CF) dengan kelainan pada autosom resesif yang mengakibatkan mutasi dan sering mengalami pengulangan pada kehamilan berikutnya. Selain itu, juga terjadi pada kasus Trisomy 21, yang kejadian sering beriringan meningkatnya usia perempuan dalam menjalani kehamilan

6.      Persiapan sebelum persalinan dan kala 1
Perlu adanya deteksi dini sebelum persalinan tentang kondisi ibu dan janin. Sehingga dapat dilakukan perencanaan persalinan apakah pervaginam ataupun perabdominan/SC. SC dilakukan pada persalinan yang tidak memiliki presentasi vertex dengan usia kehamilan ≥ 41 minggu, yang ditunjang dengan ukuran panggul yang menyatakan adanya ketidaksesuaian antara panggul ibu dan kepala janin. Ini diharapkan dapat menghindari keterlambatan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang adekuat demi kepuasan klien.
 Praktek-praktek yang tidak efektif ditinggalkan seperti klisma rutin, mendilatasi vagina, dan episiotomy rutin. Sedangkan praktek yang eektif dilakukan seperti dukungan selama persalinan ditingkatkan, pemanfaatan partograf dalam pengambilan keputusan klinik, memantau pembukaan seviks pada fase aktif sampai penggunaan oxytosin yang tepat.  
7.      Persalinan kala 2
Kala 2 merupakan peristiwa transisi transisi ibu jan janin dengan dunia luar. Terjadinya penurunan kadar supply oxygen ynag diberikan ibu, hal ini berkaitan erat dengan penurunan kadar nilai pH tali pusat (<7,20). Selain itu timbul ketidaknyamanan pada ibu akibat fisiologis dari persalianan itu sendiri. Disinilah asuhan berupa perubahan posisi dalam persalinan dipraktekkan, karena pemberian obat pengurang rasa nyeri tidak dianjurkan.
Durasi kala 2 selama 60 menit, dalam kurun waktu itu dilakukan pemantauan pada ibu dan janin. Saat meneran tidak boleh menggunakan Manuver Valsava (glottis tertutup) karena akan menyebabkan semakin penurunan pH arteri dibandingkan meneran dengan glottis terbuka. Bila kala 2 memanjang ditegakkanlah diagnosa dystosia. Episiotomy rutin tidak lagi dianjurkan untuk menghindari kemungkinan trauma dan laserasi yang akan terjadi.
8.      Persalinan kala 3
Kala 3 merupakan interval antara kelahiran bayi dan expulsi dari plasenta. Hasil penelitian epidemiologi menyatakan bahwan lama rata-rata kala 3 adalah 6 menit, tapi 97 % mengalami 30 menit. Setelah memastikan tidak adanya janin kedua dalam rahim dilakukan management aktif kala3; pemberian oxytosin, peregangan tali pusat terkendali dan memasase fundus. Oxytosin adalah uterotonik pilihan yang dapat membantu mengurangi perdarahan dan mengurangi pengaruh dari  prostaglandin sehingga uterus dapat berkontraksi dengan baik.
Pemberian misoprostol merupakan langkah awal antisipasi perdarahan primer, namun tidak direkomendasikan pemberiannya secara rutin. Pemberian oxytosin dan pelaksanaan PTT dapat mempercepat kala 3, mengurangi kehilangan darah selama persalinan serta menghindari perdarahan post partum. Reparasi vagina dan perineum dilakukan dengan benabg yang mudah menyyerap dengna teknik jahitan subcutikuler.
9.      Pemantauan FHR dalam persalinan
Pemeriksaan auskultasi yang dianjurkan pada janin adalah dengan fetal heart rate (FHR). Dimana hasil yang didapatkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam memutuskan terminasi dari persalinan tersebut. Persalinan dari wanita yang beresiko tinggi diperlukan pemantauan FHR yang lebih optimal. Untuk efektifitasnya, maka adanya akses pemantauan secara komputerisasi, sehingga hasil yang diperoleh lebih akurat karena akan digunakan dalam reinterpretasi.
10.  Analgesia dan anesthesia dalam kehamilan
Pada setiap RS mempunyai fasilitas persalinan yang siap 24 jam, sehingga  dapat dilakukan SC kurang dari 30 menit dari diagnose ditegakkan. Dengan setidak-tidaknya RS tersebut memiliki satu orang spesialis anastesi. Neuraxial analgesia digunakan dengan memanfaatkan efektifitasnya dengan meminimalkan efek samping pada ibu dan janin. Sebelumnya wanita dan keluarga diberi penjelasan tentang analgesia yang akan diberikan. Dan memberi kesempatan memutuskan pilihan dengan memberikan bahan pertimbangan secara medis. 
Analgesia epidural meningkatkan resiko gangguan pada hati, hipotensi dan terjadinya retensi urin. Sedangkan combinased spinal epidural (CSE) mempunyai efek anastesi yang lebih cepat, dengan dosis yang lebih rendah. Dengan mengkombinasikan antara epidural dan teknik spinal mempunyai hasil yang lebih memuaskan pada wanita. Selain mengurangi rasa nyeri setelah operasi juga bisa meminimalkan pengaruh hipotensi.
11.  Persalinan pervaginan dengan tindakan vacuum dan forceps
Pelaksanaan vacuum dan forceps mempunyai indikasi yang sama, tejadi pada persalinan pervaginam yang tidak mengalami kemajuan. Tentunya saat itu tenaga kesehatan juga mempertimbangkan alternatif lain seperti induksi persalinan dengan oxitosin maupun SC.
Tindakan ini harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang professional. Penelitian menyatakan bahwa tindakan forceps sudah mulai ditinggalkan. Sedangkan pada tindakan vacuum rendah lebih direkomendasikan. Tetapi efek samping dari tindakan ini adalah adanya bekas trauma pa kepala bayi yang akan kembali normal, selain itu juga  laserasi pada vagina dan perineum. Maka diperlukan konseling sebelum melakukan tindakan ini. Pengaplikasian vacuum tidak boleh lebih dari 5 menit, bila telah dilakukan 3 kali upaya penarikan ternyata gagal maka tindakan vacuum tidak boleh dilanjutkan.
12.  Persalinan SC
Terjadi peningkatan persalinan dengan SC karena meningkatnya insiden kehamilan ganda, riwayat persalinan SC dan sebab lain yang menyebabkan persalina pervaginam tidak bisa dilakukan. Persalinan perabdminal dengan melakukan tindakan insisi. Dilakukan bantuan pada pelepasan plasenta, dilakukan reparasi pada lapisan visceral dan peritoneum dan dilakukan penjahitan secara subcuticuler. 
13.  Kelahiran pervaginam dengan riwayat SC
Wanita dengan riwayat SC yang pertama mempunyai kesempatan untuk pengakhiri kehamilannya dengan elective repeat cesarean delivery (ERCD) atau trial of labor (TOL). Tidak ada uji coba yang membandingkan keselamatan, komplikasi, kesakitan maupun kematian yang dialami oleh ibu dan janin. Namun TOL setelah SC mempunyai resiko untuk mengalami rupture uteri. Keberhasilan dari persalinan pervaginam setelah SC, vaginal birth after cesarean (VBAC) sangat tergantung dari konseling tterhadap resiko yang akan terjadi terhadap ibu dan keluarga.
b.      Kehamilan dengan komplikasi
1.      Abortus berulang/Recurrent pregnancy loss (REPL)
Abortus berulang adalah terjadinya terminasi kehamilan < dari 14 minggu yang terjadi ≥ 2 kali.  Prognosis terjadi pada 60-70% wanita yang berumur < 35 tahun dan 40-50% berumur ≥ 35 tahun. Hal ini bisa disebabkan oleh kariotip orang tua abnormal yang diwariskan pada keturunannya. Sehingga sangat diperlukan konseling genetik dan diagnosis sebelum kehamilan. Selain itu juga juga ada factor resiko berupa diabetes, penyakit thyroid, kekurangan progesterone, infeksi, trombophilia dan tidak adekuatnya pengaruh dari human chorionic gonadotropin (hCG) Wanita tidak boleh menggunakan imun tambahan tertentu, karena efeknya tidak menguntungkan malah merugikan. Pada penelitian terbaru pemberian progesterone tambahan memberikan efek yang terbatas.
2.      Pencegahan kelahiran preterem
Selama kehamilan penting untung menghindari kelahiran preterem. Kelahiran preterem ini terjadi saat kehamilan berusia 20-36 minggu. Tingginya angka kejadian kelahiran preterem ini mengakibatkan tingginya angka kematian dan angka kesakitan di suatu negara. Hal ini sangat dipengaruhi oleh riwayat obstetric dan gynekologi pada wanita, pola hidup wanita dan berat badan sebelum hamil. Beberapa upaya pencegahan terdiri atas:
·         Wanita yang mempunyai kebiasaan hidup merokok, diberi konseling tentang bahaya rokok.
·         Wanita yang pernah mengalami kelahiran preterem ≥ 1 kali disarankan untuk melakukan pemeriksaan yang lebih akurat untuk mendapatkan suplemen yang tepat.
·         Wanita yang setelah melakukan pemeriksaan labor didapatkan hasil jumlah asymptomatic bacteriuria > 100.000 bacteria/ml  diberikan terapi antibiotic.
3.      Preterm premature rupture of membranes (PPROM)
Diagnosa pasti dilakukan dengan visualisasi langsung  pada apusan cairan ketuban yang keluar dengan menggunakan nitrazine cervicovaginal apusan dan ferning sebagai test dasar. Komplikasi yang terjadi bila terjadi PPROM terdiri atas : gangguan pernapasan pada janin, gangguan sirkulasi darah pada janin, kerusakan saluran cerna, infeksi pada ibu dan janin (chorioamnionitis, endometritis dll). Bila terjadi pada kehamilan < 24 minggu, akan terjadi: solusio plasenta, prolaps tali pusat. Selain itu juga terjadi kematian perinatal, hipoksia, gangguan pertumbuhan, kesakitan yang berkepanjangan pada janin, meningkatkan angka terjadinya SC dan retensio plasenta.
Kortikosteroid sangat membantu pada PPROM yang terjadi antara 24-32 minggu, karena bisa menurunkan angka kematian janin. Antibiotik diberikan setidaknya pada 48 jam pertama. Namun tidak ada hasil penelitian yang direkomendasikan.
4.      Induksi persalinan
Indikasi dilakukannya induksi persalinan dikaitkan dengan kala 1 memanjang, persalianan pervaginan dan persalinan SC dengan factor resikonya. Sedangkan induksi pada kehamilan yang tidak aterm akan menimbulkan resiko prematuritas. Pemeriksaan dengan USG dapt menberikan hasil yang akurat dalam menentukan usia kehamilan yang tepat. Indikasi dilakukannya induksi persalinan yaitu pada solusio plasenta, IUFD, khorioamnionitis, premature rupture of membranes ≥ 34 minggu, post term, DJJ tidak teratur, dan tergantung kondisi klinis ibu sendiri. Dalam praktek induksi persalianan kita dibantu oleh skor Bishop yang apabila skornya < 5, maka keputusan klinik adalah SC. Tapi apabila ≥ 9 berarti persalina pervaginan bisa dilanjutkan. 
Bishop skor dalam melakuka penilaian pada servik
Skor
Dilatasi (cm)
Penipisan (%)
Station
Konsistensi servik
Posisi servik
0
Tertutup
0-30
-3
Kaku
Posterior
1
1-2
40-50
-2
Sedang
Pertengahan
2
3-4
60-70
-1, 0
Lunak
Anterior
3
5-6
80
+1, +2
-
-
            Dalam melakukan induksi persalinan lebih aman menggunakan oxytosin karena lebih aman dan lebih efektif. Dosis yang tinggi akan mempersingkat waktu persalinan, tetai akan meningkatkan stimulasi dari uterus, sehingga diperlukan dosis yang terkontrol
5.      Premature rupture of membranes dalam atau dekat dari kehamulan cukup bulan
Penegakkan diagnosa dari PROM dalam kehamilan aterm berdasarkan adanya pengeluaran cairan ketuban dan kemudian dilakukan pemerikasaan nitrazine tes. Komplikasi utama yang terjadi adalah infeksi intrauterine karena lamanya persalinan  yang diikuti oleh infeksi pada neonates. Pasien PROM harus segera dirawat karena harus dilakukan induksi dengan menggunakan oxytosin dalam 6-12 jam setelan pecahnya ketuban. Induksi  oxytosin lebih aman, efektif dengan harga yang terjangkau. Misoprostol adalah juga efektif tetapi tidak aman. Untuk efektifitas tindakan medis ini maka perlu dikomunukasikan terlebih dahulu pada ibu dan anggota keluarga. 
6.      Meconium
Mekonium merupakan bagian dari fetus yang komposisisnya terdiri atas mukopolidakarida, produk darah, rambut dan skuamasi cells. Keberadaan mekonium dalam cairan amnion tampak secara histology dari plasenta, dimana keberadaannya tidak ditemukan pada < 33 minggu usia gestasi biasanya muncul setelah 34 minggu terutama pada kehamilan post term.
Pada sebagian kecil kasus keberadaan mekonium sering dikaitkan dengan hipoksia karena tekanan yang terjadi mengakibatkan aktivitas kolon meningkat dan mempengaruhi saluran pernapasan sehingga terjadi aspirasi mekonium. Bantuan pertama untuk mengantisipasi ini adalah memberikan oxygen pada 4 jan pertama kehidupan.
7.      Malpresentasi dan malposisi
Malpresentasi adalah presentasi janin dimana bukan kepala yang menjadi bagian terendah dalam uterus. Sedang malposisi adalah posisi janin yang bukan anterior. Malpresentasi sering berkaitan dengan kelainan dari uterus, fibroid, plasenta previa, grande multipara, kontraksi pada panggul, tumor pelvic, prematuritas, kehamilan ganda, kelainan janin dan riwayat persalinan sebelumnya.Melakukan versi luar dapat dilakukan dengan efektif dan efesien yang dimulai dari  usia kehamilan 34-36 minggu pada kasus-kasus tertentu. Namun tidak efektif bila terjadi gangguan DJJ pada janin, solusio plasenta, rupture membrane, kelainan pada uterus, riwayat perdarahan uterus yang tidak diketahui dan fase aktif dari persalinan.
8.      Distosia bahu
Distosia  bahu adalah susahnya kelahiran bahu bayi sehingga diperlukan maneuver tambahan yang dapat membantu kelahiran ini, tentunya ini hanya terjadi pada presentasi vertek. Namun penegakkan diagnosa sering terjadi keterlambatan.
Komplikasi yang terjadi dapat berupa brachial plexus injury, fraktur, hypoksia-iskemik, enchepalopaty, gangguan saraf yang berkepanjangan, kematian, laserasi perineum derajat tiga dan empat dan perdarahan post partum pada ibu. Maka dilakukan pendeteksian resiko pada kehamilan dengan makrosomia, DM, obesitas, kehamilan lewat bulan, kala 2 memanjang dan persalinan pervaginam percobaan dengan vacuum dan forcep. Maka diperlukan fasilitas kesehatan dengan pelayanan kebidanan yang lengkap.
Manajemen yang dilakukan pada distosia bahu;
·         Ask for help (anesthesia, neonatology, nursing, etc)
·         Mc Roberts maneuver
·         Suprapubic pressure
·         Shoulder rotation terdiri atas ; Rubins maneuver dan Woods cockscrew
·         Delivery of posterior arm
·         Episiotomy
·         “All-four”
·         Clavicle fracture
·         Cephalis replacement (Zavanelli manuever)
·         Symhysiotomi

9.      Komplikasi pada kala 3
Tidak ada kriteria objektif yang dapat memprediksi terjadinya komplikasi pada kala 3. Misoprostol perrektal sangat membantu dalam penanganan awal pada primary postpartum hemorrhage (PPH). Dan oxytosin digunakan sebagai uterotnika pada PPH
10.  Kehamilan lewat bulan
Kehamilan lewat bulan merupakan usia  kehamilan yang telah melebihi ≥ 42 minggu atau ≥ 294 hari. Komplikasi pada bayi berupa aspirasi mekonium, infeksi intrauterine, gangguan DJJ, asfiksia neonatus, dan IUFD. Sedangkan pada ibu akan terjadi persalinan distosia, perlukaan perineum dan persalinan dengan SC. Factor resiko berupa hipertensi. DM, dan gangguan pertumbuhan pada janin. Maka diperlukan deteksi dini yang dimulai dari usia kehamilan < 20 minggu secara rutin dan kemudian dilanjutkan pada 38 atau 41 minggu.
11.  Plasenta previa
Pada pemeriksaan kehamilan perlu dilakukan deteksi posisi plasenta dengan menggunakan USG. Faktor resiko ditentukan oleh seberapa jauh penanaman plasenta pada segmen bawah rahim dan seberapa jauh menutupi ostium uteri uternum. Pada pasien yang dicurigai plasenta previa diperlukan pemeriksaan yang lebih lanjut antara usia kehamilan 32 dan 35 minggu. Wanita yang mengalami plasenta totalis dilakukan penanganan persalinan dengan SC.  
12.  Solusio plasenta
Solusio plasenta adalah pelepasan plasenta sebelum waktunya dengan implantasi yang normal. Sering terjadi pada kehamilan pertama, hipertensi dalam kehamilan, kebiasaan merokok dan konsomsi kokain, polihidramnion, PROM, chorioamnitis dan trauma dalam kehamilan. Diagnosa dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik, laboratirium dan USG. Tidak ada intervensi yang dapat dilakukan untuk pencegahan terjadinya solusio plasenta. Maka diperlukan deteksi terutama memasuki usia kehamilan yang aterm.

13.  Infeksi post partum
Penegakkan diagnosa tejadinya infeksi post partum bila ditemukan ≥ 2 gejala-gejala berikut;
·         Demam dengan suhu > 100,3 ®F dari setidaknya dua kali pengukuran, dengan jarak pengukuran ≥ 6 jam.
·         Fundus melunak.
·         Tachycardia ( frakuensi nadi > 100 kali/menit).
·          Aroma busuk bada lochea.
Endometritis pada post partum sering terjadi setelah terjadi persalinan SC, maka dilakukan pencegahan dengan memberikan antibiotik (jenis ampicillin dan cephalosporin), melahirkan plasenta dengan lengkap, menghindari penutupan antara lapisan visceral dan parietal peritoneum dan penutupan jahitan atau drainase secara subcutan dengan kedalaman ≥ 2 cm. Pemberian Gentamisin dan Clindamysin IV mempunyai efek yang efektif pada endometritis.
14.  Neonates
Diperlukan untuk satbilisasi neonatal harus tersedia danPersonal terlatih dalam neonatal resusitasi harus selalu tersedia di setiap persalinan, Resusitasi neonatal di mulai dengan pengeringan, merangsang dan menbersihkan jalan nafas  jika resusitasi lebih lanjut di lakukan, itu sering terjadi karena kegagalan pernafasan dan dapat di lakukan dengan bantuan dari saluran nafas dan pernafasan. Ada Sebuah tansisi yang sulit dapat di antisipasi oleh bayi yang beresiko dan dapat di lakukan untuk hipotermia, hypoglycemy dan congenital anomalies. Bayi yang beresiko rendah > 36 minggu kehamilan, dan bayi dengan berat badan 2500-4200, afgar > 7 di 5 menit, normal vital signs, dan ada tanda-tanda kogenital anominalis bawaan atau gangguan pernafasan


c.       Perkembangan genekologi yang berkaitan dengan kahamilan
1.      Management kebidanan pada abortus
Diagnosa  trimester oleh USG transvaginal ultrasound dan serial human clhorionic gonadotropin. Ada tiga pilihan utama bagi para wanita dengan kehilangan pada trimester pertama yang spontan yang masih belum lengkap manajement  kehamilan, kesehatan, dan bedah. Manajemen yang sukses evakuasi rahimnya lengkap. Tingkat keberhasilan masing-masing pendekatan beberapa faktor, khususnya kerugian ( tanpa gejala tampak kerugian, dengan gejala seperti pendarahan dan kram ) dan di perkirakan  gastasional, kerugian dengan gejala yang lebih mudah seperti salah satu < 9 minggu.Manajemen operasi adalah pilihan  yang tertinggi ( >97%) sukses.  Endometroitis laju homogen ≤ 1%. Keselamatan kematian adalah tertinggi dengan pengguna vakum ekstraksi saat anastesi regional atau umum dapat di hindari. Manajemen kesehatan adalah signifikan lebih efektif  untuk ibu yang hamil. Misoprostol 800mg vagina. Dengan dosis berulang pada hari 1-3 hari yang komlit dan tidak komplit, memiliki keamanan tinggi (endometroitis dan hormone gestational, 88%  dengan emryo atau kematian janin dan 93% dengan komlit atau takterelakan aborsi pada wanita < 13 minggu. Mifepristone 200-600 mg oral dan misoprostol di 24-48 jam, atau intamuskular (IM) methotrexate . misoprostol di 3-5 hari , serta regimen lainnya efektif  tapi pilihan sedikit kurang aman.
2.      Masa pada tuba
Tidak ada percobaan untuk setiap terjadinya massa pada tuba, tetapi komplikasi yang sering terjadi pada kasus nyeri yang begitu hebat (5-26%), torsi ovarium (7-12%), cyst rupture (9%), infeksi pelvic dan trauma dalam persalinan (5-17%) dan kanker ovarium (<5%). USG dengan menggunakan transvaginal dan kemampuan Doppler membantu dalam penegakkan diagnose dan prognosa.
Bila teridentifikasi massa tuba saat terjadinya kehamilan, diperlukan kolaborasi antara gynecologic oncologist, anesthesiologist dan neonatologist. Penanganan pada trimester pertama tidak mempunyai keberhasilan yang akurat. Penanganan pada trimester tiga ditangguhkan sampai persalinan atau sampai masa post partum.
Tindakan selama kehamilan berupa observasi pada massa tuba tersebut selama trimester kedua atau sampai terjadinya perkembangan yang kompleks dengan adanya papillations atau bilateral ≥ 5 cm, atau peningkatan > 30% atau mencapai 10 cm. bila waktunya sudah tepat akan terjadi kehilangan kehamilan atau resiko terjadinya kelahiran prematur. Intervensi yang segera dilakukan bila ditemukannya tanda-tanda keganasan, maka dilakukanlah tindakan SC. Penanganan terkini yang bisa dilakukan pada kanker ovarium berupa perawatan cytoreductive  dan melakukan kemotherapi namun keputusan ini tergantung dari viabilitas janin dan keputusan ibu.
3.      Deteksi kanker serviks
Pada pendeteksian kanker serviks dilakukan manajemen pemeriksaan yang berbeda pada pemeriksaan serviks. Karena resiko terjadinya pecahnya ketuban secara dini maka kuret endoserviks dihindari dalam kehamilan. Diagnosa conization selama kehamilan dilakukan bila pemeriksaan dengan biopsi atau sitologi diragukan pada invansif kanke. Sehingga diagnose ini merupakan kombinasi dari penanganan yang disarankan, waktu dan tipe dari kasus yang ada.
Bila hasil dari pemeriksaan histology dari invansif kanker terdeteksi adanya lesi, pada persalinan SC ditemukan akumulasi gejala berupa perdarahan selama persalinan dan post partum. Bila ditemukan mikroinvasif (pada tahap IA1) atau non-visible lesion (pada tahap IA2), atau menggunakan jalur abdominal atau vagina dalam ini tergantung dari circumstances obstetric dan genekologi yang digunakan. saat diagnosa kanker serviks pertama kali ditegakkan perlu disarankan untuk melakukan penanganan pada tipe yang ganas, karena pada saat kehamilan ini juga akan dipengaruhi oleh tingkat kanker serviks itu sendiri, usia kehamilan pada waktu ditegakkan diagnosa dan harapan wanita pada keberlangsungan kehamilannya. 

D.    Praktek
Perubahan praktek kebidanan  yang di ajurkan menjadi dasar penetapan standar asuahan persalianan normal
1.      Perkiraan hemoglobin pada kehamilan
a.       Dalam kehamilan normal akan terjadi penurunan kadar Hb. Kadar Hb terendah terjadi sekitar umur kehamilan 30 minggu oleh karena itu pemeriksaan Hb harus di lakukan pada kehamilan dini untuk melihat data awal, lalu di ulang pada sekitar 30 minggu.
b.      Bila HB rendah secara abnormal ( di bawah 9 gr % ) harus di lakukan pemeriksaan dan pengobatan yang sesuai. Mungkin perlu di lakukan pemeriksaan dan pengobatan yang sesuai. Mungkin perlu di lakukan pemeriksaan Hb ulang untuk melihat apakah pengobatan sudah tepat.
c.       Kalau hanya terjadi anemia ringan, sebab yang paling sering adalah defisiensi besi dan dapat di obati secara efektif dengan suplementasi besi.
d.      Semua ibu hamil terutama mereka yang mendapat suplementasi besi harus mendapat nasihat gizi. Mereka harus menghindari tembakau, the dan kopi serta di pastikan bahwa mereka mengkonsumsi makanan kaya protein dan vitamin C.
2.      Perkiraan tinggi pundus
a.       Terdapat variasi yang lebar antara operator yang melakuakn pengukuran tinggi pundus uteri dengan cara tradisional
b.      Menggunakan vita ukur untuk mengukur jarak antara tepi atas simpisis pubis dengan fundus uteri dalam cm merupakan metoda yang dapat di andalkan untuk memperkirakan tinggi fundus uteri
c.       Jarak tersebut ( dalam cm) sesuai dengan umur kehamilan ( dalam minggu) setelah umur kehamilan 24 minggu.
3.      Hipotesis pada saat berbaring terlentang
a.       Posisi terlentang mempengaruhi fisiologi ibu dan janinnya
b.      Setiap ibu hamil hendaknya menghindari posisi terlentang terutama pada kehamilan lanjut
c.       Bila posisi terlentang di butuhkan maka di anjurkan untuk meletakkan bantal kecil di bawah sisi kiri panggul bawah
4.      Dukungan pada persalinan
a.       Kehadiran orang kedua / pendamping atas pilihan ibu sendiri di samping bidan menolong persalinan
b.      Orang ke dua ini sebaiknya seorang wanita yang berpengalaman dalam memahami persalianan ( dalam beberapa penelitian orang ini telah dapat pendidikan dan pengetahuan untuk melakukan perannya denagn baik).
5.      Pemeriksaan dalam
a.       Pemeriksaan dalam harus di laksanankan oleh tenaga yang terampil
b.      Jarang dibutuhkan periksa dalam lebih sering dari setiap 4 jam
c.       Harus selalu ada indikasi yang jelas untuk melakukan perisa dalam
d.      Yang terpenting adalah : perisa dalam saat persalinan harus di laksanakan secara aseptik dan atas indikasi
6.      Posisi dan gerakan ibu dalam persalinan
a.       Ibu hamil di perbolehkan tetap bergerak selama persalinan
b.      Ibu bersalin bebas menentukan posisi yang di anggap paling nyaman kecuali ada kontraindikasi obstetric atau medik.
c.       Ibu hamil yang tetap bergerak dan mengambil posisi tegak pada saat persalinan di laporkan mengalami persalinan lebih singkat dan kurang nyeri
d.      Posisi terlentang pada persalinan memiliki banyak pengaruh buruk terhadap ibu bersalian dan janin nya sehingga harus di hindarkan
7.      Makan dan minum selama persalinan
a.       Ibu bersalin boleh makan makanan ringan yang mudah di cerna dan rendah lemak selama persalinan bila ia mau.
8.      Penggunaan enema /klisma
a.       Tidak ada bukti bahwa klisma akan memperpendek waktu persalian
b.      Tidak ada bukti bahwa pemberian klisma akan mengurangi angka infeksi pasca persalian
c.       Tidak ada bukti bahwa ibu bersalin memilih pemberian klisma
d.      Penelitian mendukung untuk hanya pemberian klisma atas indikasi yang jelas dan bial ibu ingin mendapatkan klisma
9.      Posisi ibu pada saat persalinan
a.       Di anjurkan untuk mengizinkan ibu bersalin memilih posisi pilihan mereka sendiri dalam persalinan
b.      Ibu bersalin yang mengambil posisi tegak untuk persalian memiliki hasil persalinan yang lebih baik dan bayi baru lahirnya memiliki nilai apgar pada 1 dan 5 menit yang lebih baik
c.       Posisi litotomi tidak boleh di gunakan sebagai posisi rutin untuk persalinan dan harus di tinggalkan
10.  Pengaturan nafas pada kala II persalinan
a.       Menahan nafas sambil menran tidak berakibat lebih singkat dari kala II
b.      Memberikan ibu bersalin bernafas seperti biasa dan meneran pada saat mersa ada dorongan tidak menunda kemajuan persalinan dan menguntungkan ibu maupun janinnya serta menyebabkan aliran darah plasenta ke janin lebih baik
c.       Mengubah posisi ibu bersalin pada posisi yang lebih tegak atau jongkok dapat menolong bila ada kesulitan meneran atau bila terjadi kelambatan penurunan presentasi janin pada kala II persalian karena dapat meningkatkan efesiensi kontraksi dan meneran
d.      Menghindari penggunaan posisi terlentang dan litotomi pada persalinan dapat mencegah terjadinya beberapa masalah seperti kelambatan pada kala II atau kesulitan penurunan bagian bawah janin dank arena itu hal tersebut merupakan cara terbaik untuk menjaga persalinan agar tetap normal
11.  Perlukaan jelas pada perenium
a.       Persalina  dalam posisi berdiri atau tegak, terutama jongkok dapat membantu mengurangi trauma pada perenium
b.      Efisiotomi di lakuakan atas indikasi
c.       Jangan melakukan manipulasi meleberkan lubang vagina
12.  Efisiotomi
a.       Efisiotomi rutin sebaiknya di tinggalkan
b.      Banyak hal yang semula dinyatakan sebagai keuntungan efisiotomi tetapi tidak di dukung bukti
c.       Bila ada indikasi episiotomy pilihan insisi episiotomy sesuai kebutuhan
13.  Memulai pemberian air susu ibu
a.       Pemberian ASI harus di mulai sedini mungkin setelah persalinan sebaiknya dalam waktu 1 jam pertama  setelah persalinan
b.      Pengaturan waktu untuk menyusui akan menghambat keberhasilan dalam memberikan ASI
c.       Posisi bayi yang benar pada tubuh dan putting susu ibu waktu menyusui akan membantu keberhasilan mulai pemberian ASI.
14.  Regulasi suhu bayi baru lahir dengan kontak kulit ke kulit
a.       Pada umumnya bayi akan mengalami penurunan suhu tubuh segera setelah di lahirkan
b.      Hipotermi dapat menyebabkan asfiksi yang berakibat kesakitan dan kematian bayi baru lahir
c.       Kebanyakan kasus hipotermi dapat di cegah dengan cara yang mudah mengeringkan dan menyelimuti bayi segera lahir
d.      Kontak kulit ke kulit ( metoda kangguru) merupakan cara efekif untuk menjaga suhu tubuh bayi baru lahir terutama pada bayi berat lahir rendah.
15.  Perawatan neonatus pada persalinan
a.       Aspirasi lender yang berlebihan tidak perlu di lakukan secara rutin
b.      Semua bayi baru lahir tanpa memandang tempat di lahirkan memiliki resiko hipotermiOleh karena itu di butuhkan upaya aktif dari penolong persalinan untuk mencegah terjadinya hipotermi termasuk menunda memandikan bayi
c.       Pemberian ASI secara dini  dapat mencegah terjadinya hipotermi di samping dapat mencegah infeksi.
16.  Penggunaan oksitostika pada kala III
a.       Obat-obatan oksitostika yang di berikan pada manajemen kala III dapat mencegah terjadinya pendarahan pasca salin
b.      Pemberian 10 IU oksitoksin segera setelah bayi lahir dan manajemen aktif kala III akan mencegah kejadian pasca persalinan
c.       Obat-obatan oksitostika akan kehilangan potensinya sehingga menjadi kurang efektif bila terkena sinar matahari langsung dan tidak di simpan dalam suhu 2-8 derajat celcius
d.      Obat-obatan oksitostika tidak boleh di berikan secara intramuskuler sebelum bayi di lahirkan.
17.  Menjahit perenium
a.       Robekan perenium hanya perlu di jahit bila besar atau terjadi pendarahan
b.      Jenis bahan untuk menjahit dapat berpengaruh terhadap derajat rasa nyeri yang di alami oleh ibu bersalin di samping mengakibatkan komlikasi pasca salin
c.       Benang yang dapat di serap lebih menguntungkan di bandingkan dengan bahan lain
18.  Penggunana vakum ekstraktor
a.       Vakum ekstraktor sama aman nya dengan forceps bila di gunakan oleh operator yang terlatih dan kompeten
b.      Persalinan mengunakan vakum ekstaktor tidak meningkatkan mobiditas / mortalitas bayi baru lahir maupun ibu.

19.  Memotong tali pusat
a.       Menunda penjepitan dan pemotongan tali pusat sekitar 1-2 menit dapat meningkatkan jumlah darah yang di alirkan ke bayi baru lahir sehingga dapat mencegah rendahnya Hb dalam priode neonatal terutama pada bayi baru lahir prematur dan berat lahir rendah.
b.      Menunda penjepitan dn pemotongan tali pusat tidak menigkatkan terjadinya pendarahan postpartum
20.  Perawatan tali puasat
a.       Membiarkan tali puasat mongering dan hanya melakuakan perawatan rutin setiap hari dengan air matang merupakan cara yang sama efektifnya dengan cara merawat tali pusat lain nya
b.      Membiarkan tali pusat mongering dengan sendirinya dan hanya membersihkan setiap hari dengan air bersih tidak menyebabkan peningkatan infeksi
c.       Usapan alcohol dan antiseptic dapat mempercepat waktu pelepasan tali pusat tetapi secara statistic tidak bermakna bila di bandingkan dengan membiarkan tali pusat mongering sendiri
21.  Pemberian air susu ibu secara dini dan ekslusif
a.       Pemberian ASI dini dan ekslusif memiliki banyak keuntungan penting untuk memberikan kolostrum
b.      Pemberian ASI dini dan ekslusif mendukung keberhasilan dalam memulai pemberian ASI
c.       Pemberian dini ASI dan ekslusif untuk 4-6 bulan akanmelindungi bayi baru lahir dari berbagai penyakit anak terutama alergi dan gangguan perncernaan
d.      Pemberian ASi dan ekslusif dapat mencegah hipotermi pada bayi baru lahir
e.       Pemberian ASI dini dan ekslusif berarti mempertahankan pemberian ASI saja sekurang-kurangnya selama 4-6 bulan
f.       Pemberian ASi dini dan ekslusif akan membantu mencegah infeksi.
22.  Memperkirakan Hb pada masa nifas 
a.       Bahwa 10% ibu nifas memiliki Hb rendah (Hb <  11 gr %)
b.      Kelelahan merupakan keluhan utama pada 6 minggu pasca salin yang mungkin di sebabkan oleh kadar Hb yang rendah.
23.  Manajemen ekslamsi – uji coba magnesium sulfat
a.       Eklamsi merupakan sebab utama kematian ibu di semua Negara dan mengakibatkan sekitar 50.000 kematian ibu di dunia setiap tahun
b.      Magnesium sulfat telah di buktikan memiliki keuntungan yang nyata bila di bandingkan dengan obat lain
c.       Magnesium sulfat bila di bandingkan denagn obat lain akan mengurangi kejang ekslamsi
d.      Magnesium sulfat bila di bandingkan dengan fenitoin dapat mengurangi indsidens pneumonia akibat kejang eklamsi
e.       Magnesim sulfat bila di bandingkan dengan obat lain dapat memperbaiki kondisi bayi baru lahir yang terlihat dengan membaiknya nilai apgar1-5 menit
f.       Magnesium sulfat harus menjadi obat terpilih di semua Negara.
24.  Distosia bahu
a.       Distosia bahu tidak dpat di perediksi secara akurat
b.      Ditosiabahu biasanya terjadi tanpa dugaan
c.       Posisi lutut dada yang ekstrim ( maneuver Mc Roberts ) telah terbukti hanya membutuhkan traksi ringan dan hanya sedikit mengakibatkan morbiditas pada neonatal di banding maneuver lain.
d.      Penekanan fundus dapat mengakibatkan tingginya morbiditas neonatal.


E.     Keuntungan dan kendala
a.       Keuntungan evidence based practices adalah merupakan siklus yang di awali dari masalah pasien dan berakhir dari keuntungan pasien (Sastroasmoro,S, 2009)
b.      Kerugiannya
1.      Kurangnya akses terhadap bukti ilmiah
2.      Kurangnya pengetahuan dalam telaah
3.      Kritis dan metodeologinya penelitian
4.      Tidak adanya dukungan organisasi
5.      Tidak adanya dukungan dari kolega
c.       Kendala dalam evidence based adalah
1.      Kibiasan untuk bertanya dan mencari
2.      Kemapuan untuk menemukan dan menelaah dan menerapkan evidence
3.      Sumber informasi yang keterbatasan waktu




















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Paradigma baru (aktif) yang disebutkan sebelumnya yang berdasarkan evidence based terkini, terbukti dapat mencegah atau mengurangi komplikasi yang sering terjadi. Hal ini memberi manfaat yang nyata dan mampu membantu upaya penurunan angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Karena sebagian besar persalinan di Indonesia terjadi di desa atau di fasilitas pelayanan kesehatan dasar dimana tingkat keterampilan petugas dan sarana kesehatan sangat terbatas maka paradigma aktif menjadi sangat strategis bila dapat diterapkan pada tingkat tersebut. Jika semua penolong persalinan dilatih agar kompeten untuk melakukan upaya pencegahan atau deteksi dini secara aktif terhadap berbagai komplikasi yang mungkin terjadi, memberikan pertolongan secara adekuat dan tepat waktu, dan melakukan upaya rujukan yang optimal maka semua upaya tersebut dapat secara bermakna menurunkan jumlah kesakitan atau kematian ibu dan bayi baru lahir.

B.     Saran
Diharapkan akan adanya peningkatan jumlah bidan terlibat dalam penelitian,akan pengetahuan berdasar bukti mengenai asuhan kebidanan khususnya dalam memberikan pelayanan kesehatan pada ibu dan anak dalam upaya penurunan AKI dan AKB.