Mengenai Saya

Foto saya
hiduup q yang penuh batuu dan durii..tapii dengan sepertii ini lah aku semangat untuk menjalani harii- harii kuu..

Sabtu, 30 April 2011

pelayanan kespro pada PUS dan MENOPOUSE

BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Setiap manusia dalam hidupnya mengalami beberapa tahapan perkembangan. Tahap yang dilalui dalam perkembangan setiap kehidupan manusia, meliputi :
a.Tahap anak dalam kandungan, kemudian lahir.
b.Tahap anak
c.Tahap dewasa muda
d.Tahap dewasa tua
e.Tahap tua, untuk kemudian meninggal.
Dalam rangka mempertahankan jenisnya di dunia ini, semua makhluk hidup memiliki sistem perbanyakan jenis atau sistem berkembang biak yang disebut pula sistem reproduksi. Perkataan reproduksi di sini diartikan sebagai produksi keturunan.
Dikenal dua macam cara reproduksi, yaitu reproduksi seksual dan reproduksi aseksual. Pada reproduksi seksual, keturunan baru lahir setelah suatu proses yang melibatkan sel kelamin. Suatu reproduksi seksual dapat bersifat biseksual, bila keturunan tersebut terjadi akibat penyatuan 2 jenis sel kelamin, yaitu sel kelamin jantan dan sel kelamin betina. Reproduksi seksual dapat juga bersifat uniseksual atau disebut partenogenesis, bila munculnya makhluk baru terjadi dengan hanya melibatkan satu jenis sel kelamin saja misalnya sebagai wujud pengembangan sel telur yang tidak dibuahi. Pada reproduksi aseksual, perkembangbiakan terjadi tanpa melibatkan sel kelamin, misalnya melalui pembelahan diri atau penumbuhan tunas baru.

Pada manusia terjadi reproduksi biseksual. Proses reproduksi ini mulai dengan bertemunya sel mani dari pria dengan sel telur dari wanita, sehingga wanita tersebut menjadi hamil untuk kemudian manusia baru. Sejak dahulu kala, manusia telah berusaha untuk mengendalikan fungsi reproduksinya dengan berbagai cara. Pengetahuan tentang anatomi dan fisiologi tubuh manusia, khususnya tentang sistem reproduksi manusia, amat memacu perkembangan upaya pengendalian kelahiran, yang menjadi upaya pendukung utama dalam keluarga berencana.
Pembicaraan tentang sistem dan alat reproduksi pria dan wanita kadangkala dianggap tabu, akan tetapi dalam pelaksanaan tentang ini perlu disebarluaskan kepada masyarakat melalui para petugas secara bertanggung jawab, guna memperlancar upaya perencanaan kelahiran dalam keluarga, menuju Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera. Di bawah ini diuraikan anatomi dan fisiologi sistem reproduksi manusia, faktor yang berpengaruh serta reproduksi sehat manusia.

Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi Manusia. Anatomi adalah ilmu yang mempelajari susunan bagian tubuh dan menguraikannya satu persatu. Fisiologi adalah ilmu yang mempelajari kerja atau faal/fungsi bagian atau alat tubuh. Sesuai dengan sistem reproduksi manusia yang bersifat biseksual, di bawah ini akan diuraikan anatomi dan fisiologi sistem reproduksi pria dan sistem reproduksi wanita.

Reproduksi manusia juga dipengaruhi oleh berbagai faktor yang tergolong psikoedukatif, yaitu faktor kejiwaan dan pendidikan atau pengetahuan manusia. Kesadaran akan gawatnya masalah kependudukan suatu negara, merupakan motivasi untuk upaya pentingnya memelihara kesehatan ibu dan anak Berta keluarga, membuat para pasutri mempraktekkan keluarga berencana. Dalam banyak hal, pendidikan kaum wanita berpengaruh positif terhadap pengendalian reproduksinya.

Faktor yang tergolong dalam kelompok sosial budaya memberi pengaruh pula terhadap reproduksi manusia. Pandangan bahwa anak laki-laki lebih berharga daripada wanita, banyak anak banyak rejeki seringkali menjadi pendorong pemacuan terhadap fungsi reproduksi, bahkan seringkali dengan melupakan akibat buruk terhadap kesehatan ibu dan anak.
Rendahnya status kaum wanita dalam budaya sesuatu bangsa serta peranan wanita yang terbatas pada pengelolaan rumah tangga saja, seringkali mengakibatkan pengaruh negatif pada reproduksi manusia.

B. Rumusan masalah
• Jelaskan apa yang di maksud dengan pelayanan kesehatan reproduksi pada WUS, PUS dan Menopouse / klimakterium.
C. Tujuan penulisan
• Memenuhi tugas mata kuliah ilmu kesehatan masyarakat
• Agar kita sebagai mahasiswa khususnya mahasiswa kebidanan, sehingga mengetahui serta memahami tentang pelayanan kesehatan reproduksi pada PUS, WUS dan menopause / klimakterium.

BAB II
ISI

Pelayanan Kesehatan Reproduksi
1. PUS dan WUS
Tidak semua pasangan usia subur (PUS), memiliki reproduksi yang sehat dalam pengertian memiliki kesuburan yang siap dibuahi atau membuahi. Untuk mengatasi hal tersebut sebagian besar PUS memilih untuk mendapatkan anak melalui konsepsi buatan.
Setiap pasangan suami-isteri yang telah menikah selalu menginginkan untuk memiliki anak atau keturunan. Anak dapat diperoleh melalui hubungan intim suami dan isteri (anak kandung) atau dapat dilakukan dengan cara mengadopsi anak dari pasangan lain (anak angkat/anak piara). Namun yang sangat diharapkan oleh setiap pasangan adalah memiliki anak kandung.
Namun dalam kenyataan hidup, ada pasangan yang isterinya tidak dapat hamil karena adanya gangguan infertilitas/ketidaksuburan pada salah satu diantara pasangan tersebut baik isteri maupun suami. Sehingga harapan untuk mendapatkan anak melalui hubungan intim suami isteri sulit tercapai. Hal ini mendorong pasangan yang mengalami masalah infertilitas untuk mencari jalan keluar, yang salah satu caranya adalah melaui konsepsi buatan atau bayi tabung.
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi terutama dibidang kedokteran, telah berhasil melakukan konsepsi buatan. Penyelidikan IVF dimulai di Inggris oleh Robert Edwards dan Patrick Steptoe, yang berhasil melahirkan bayi tabung pertama di dunia pada tahun 1978, diikuti bayi tabung kedua (pertama di Amerika Serikat) pada tahun 1981 di Norfolk. Sedangkan di Indonesia bayi tabung pertama lahir pada tanggal 2 Mei 1988 di Jakarta oleh program Melati RSAB Harapan Kita, (Hanifa Wiknosastro, Ilmu Kebidanan, hal 937). Dengan demikian pada dasarnya konsepsi buatan atau bayi tabung diperbolehkan sepanjang tidak melanggar norma, agama, etika, hukum, dan HAM serta memenuhi persyaratan medis.
Pelayanan yang diberikan kepada PUS adalah
a. Dimana apabila datang seorang wanita dengan calon suaminya,ia mengatakan akan menikah dan meminta suntik catin maka kita sebagai tenaga kesehatan berhak melayaninya dan memberikan suntik catin kepada pasangan usia subur tersebut.
b. Memberikan pengetahuan bagaimana sikap seorang PUS ini harus sesuai dengan kodratnya, tidak sama dengan sebelum dia menikah, atau masih gadis. Dia harus mampu melayani suaminya, bukan kebutuhan bathiniah saja tapi rohaniah dan yang laennya juga.
c. Apabila seorang wanita datang untuk memakai KB maka bidannya harus menanyakan apakah suaminya setuju dengan ia memakai KB. Bila perlu si wanita tadi datang bersama suaminya, jadi suaminya juga ikut dalam menentukan kontrasepsi yang baik dan aman untuk istrinya.
d. Apabila PUS datang untuk konsling, maka kita sebagai bidan harus mau mendengarkan keluh kesah dari pasien tersebut,apabila ia minta pendapat maka kita sebagai bidan memberikannya nasihat- nasihat atau solusi bagaimana cara mengatasi masalahnya tersebut.
e. Apabila seorang wanita yang ingin menikah datang kepada kita maka ada baiknya kita membekali sedikit ilmu pengetahuan tentang kesehatan reproduksi kepada wanita tersebut agar sekurang- kurangnya ia mengerti apa itu kesehatan reproduksi yang harus di jaga selalu oleh seorang wanita.
2. Menopouse atau klimakterium
Menopouse adalah haid terakhir atau saat tejadinya haid terakhir. Diagnosis menopouse di buat setelah terdapat amenore sekurang- kurangnya satu tahun. Umur waktu terjadinya menopouse di pengaruhi oleh keturunan, kesehatan umum dan pola kehidupan. Disini orang yang mengalami menopouse di temuan beberapa hal nyata yang dapat dilihat yaitu
a. Perubahan kejiwaan, perubahan kejiwaan yang dialami seorarng wanita menjelang menopouse meliputi merasa tua, tidak menarik lagi, rasa tertekan karena Tkut menjadi tua, mudah tersinggung, mudah kaget sehingga jantung berdebar dan rasa takut bahwa suami akan menyeleweng.
b. Perubahan fisik, pada perubahan fisik seorang wanita mengalami perubahan kulit. Lemak bawah kulit berkurang sehingga kulit menjadi kendor. Kulit menjadi mudah terbakar sinar matahari. Pada kulit timbul bintik hitam
Perubahan wanita menuju masa baya antara 50- 65 tahun
• Fase pra menopouse, wanita mengalami kekacauan pola haid, perubahan psikologis dan perubahan fisik. Terjadi pada usia antara 48 – 55 tahun.
• Fase menopouse, terhentinya menstruasi. Perubahan dan keluhan psikologis dan fisik makin menonjol. Berlangsung pada usia antara 56- 60 tahun.
• Fase panca menopouse, terjadi pada usia di atas 60 – 65 tahun. Wanita beradaptasi terhadap perubahan psikologis dan fisik. Keluhan makin berkurang
Pelayanan yang dapat diberikan kepada wanita yang mengalami menopouse ini adalah
1. Kita sebagai bidan mengarahkan kepada wanita yang mengalami menopouse ini untuk dapat menghindari perubahan kejiwaan. Maksudnya disini yaitu dengan berdasarkan atas keharmonisan keluarga dan saling pengertian. Di tengah keluarga yang harmonis kesiapan menerima proses penuaan makin besar tanpa menghadapi gejala klinis yang berarti
2. Kita memberi tips- tips atau pengetahuan- pengetahuan untuk dapat agar si ibu tadi senang, misalnya dengan cara memberikan tips tips ringan untuk menghindari penuan kulit terlalu cepat. Misalnya menganjurkan ibu jangan terlalu gemuk, sehingga hilangnya lemak bawah kulit tidak terlalu kentara, atau menghindari sebanyak mungkin sinar matahari, karena ultra violet dapat merusak kulit dan menimbulkan kanker kulit dan informasi- informasi ringan lainnya
3. Memberitahu bagaimana cara mempertahankan aktifitas fisik. Misalnya dengan senam untuk menambah kesegaran jasmani. Mengikuti senam kesegaran jasmani sebanyak 2 kali seminggu sudah cukup untuk mempertahankan kebugaran fisik.
4. Menganjurkan ibu untuk selalu melakukan pemeriksaan rutin pada masa- masa menopouse ini. Misalnya pemeriksaan rutin sederhana saja yaitu seperti pemeriksaan fisik umum ( tekanan darah,nadi, suhu, pernapasan,pemeriksaan perut, dan pemeriksaan payudara. Pemeriksaan fisik khusus terhadap kewanitaannya dan memeriksa dengan alat. Dan juga melalukan pemeriksaan laboratorium rutin seperti pemeriksaan gula darah lengakp, urine lengkap,pemeriksaan kolesterol dll.
5. Memberikan konsling- konsling sehingga terpecahkan masalah yang dikemukakannya tadi. Keluhan- keluhan yang terjadi dapat diatasi dengan baik.
Sampai akhir abad ini di indonesia akan dijumpai sekitar 8- 10 % lansia dan wanita akan lebih banyak dibandingkan dengan kaum pria. Kesehatan mereka harus mendapat perhatian, oleh karena mereka telah berjasa sepanjang pengabdiannya, sehingga tercapai kebahagiaan serta kesejahteraan.

Minggu, 10 April 2011

varney

MANAJEMEN KEBIDANAN MENURUT VARNEY
1. Pengertian
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, ketrampilan dalam rangkaian tahapan logis untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada klien.
Manajemen kebidanan menyangkut pemberian pelayanan yang utuh dan menyeluruh dari kepada kliennya, yang merupakan suatu proses manajemen kebidanan yang diselenggarakan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas melalui tahapan-tahapan dan langkah-langkah yang disusun secara sistematis untuk mendapatkan data, memberikan pelayanan yang benar sesuai dengan keputusan tindakan klinik yang dilakukan dengan tepat, efektif dan efisien.
2. Standar 7 langkah Varney, yaitu :
Langkah 1 : Pengkajian
Pada langkah ini bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien, untuk memperoleh data dapat dilakukan dengan cara:
a. Anamnesa
b. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital
c. Pemeriksaan khusus
d. Pemeriksaan penunjang
Bila klien mengalami komplikasi yang perlu di konsultasikan kepada dokter dalam penatalaksanaan maka bidan perlu melakukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter. Tahap ini merupakan langkah awal yang akan menentukan langkah berikutnya, sehingga kelengkapan data sesuai dengan kasus yang di hadapi akan menentukan proses interpretasi yang benar atau tidak dalam tahap selanjutnya, sehingga dalam pendekatan ini harus yang komprehensif meliputi data subjektif, objektif dan hasil pemeriksaan sehingga dapat menggambarkan kondisi / masukan klien yang sebenarnya dan valid. Kaji ulang data yang sudah di kumpulkan apakah sudah tepat, lengkap dan akurat.

Langkah II: Merumuskan Diagnosa/Masalah Kebidanan
Pada langkah ini identifikasi terhadap diagnosa atau masalah berdasarkan interpretasi yang akurat atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik. Rumusan diagnosa dan masalah keduanya digunakan karena masalah tidak dapat didefinisikan seperti diagnosa tetapi tetap membutuhkan penanganan. Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang dialami wanita yang diidentifikasioleh bidan sesuaidengan hasil pengkajian. Masalah juga sering menyertai diagnosa. Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan.

Langkah III: Mengantisipasi Diagnosa/Masalah Kebidanan
Pada langkah ini mengidentifikasi masalah potensial atau diagnose potensial berdasarkan diagnosa/masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Pada langkah ketiga ini bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi masalah potensial tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau diagnosa potesial tidak terjadi

Langkah IV: Menetapkan Kebutuhan Tindakan Segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan/dokter dan/untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses penatalaksanaan kebidanan. Jadi, penatalaksanaan bukan hanya selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal saja tetapi juga selama wanita tersebut bersama bidan terus-menerus.
Pada penjelasan diatas menunjukkan bahwa bidan dalam melakukan tindakan harus sesuai dengan prioritas masalah/kebutuhan yang dihadapi kliennya. Setelah bidan merumuskan tindakan yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi diagnosa/masalah potensial pada langkah sebelumnya, bidan juga harus merumuskan tindakan emergency/segera untuk segera ditangani baik ibu maupun bayinya. Dalam rumusan ini termasuk tindakan segera yang mampu dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau yang bersifat rujukan.

Langkah V: Merencana Asuhan Secara Menyeluruh
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh yang ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan penatalaksanaan terhadap masalah atau diagnosa yang telah teridentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa-apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari masalah yang berkaitan tetapi juga dari krangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan konseling dan apakah perlu merujuk klien bila ada masalah-masalah yang berkaitan dengan sosial ekonomi-kultural atau masalah psikologi.
Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu oleh bidan dan klien agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien juga akan melaksanakan rencana tersebut. Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan menyeluruh ini harus rasional dan benar-benar valid berdasarkan pengetahuan dan teori yang up to date serta sesuai dengan asumsi tentang apa yang akan dilakukan klien.


Langkah VI: Implementasi
Pada langkah ke enam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah ke lima dilaksanakan secara aman dan efisien. Perencanaan ini dibuat dan dilaksanakan seluruhnya oleh bidan atau sebagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Walaupun bidan tidak melakukannya sendiri, bidan tetap bertanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya. Dalam kondisi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, maka keterlibatan bidan dalam penatalaksanaan asuhan bagi klien adalah tetap bertanggung jawab terhadap terlaksananyarencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut. Pelaksanaan yang efisien akan menyangkut waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan klien

Langkah VII: Evaluasi
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasidi dalam diagnosa dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar-benar efektif dalam pelaksanaannya.
Langkah-langkah proses penatalaksanaan umumnya merupakan pengkajian yang memperjelas proses pemikiran yang mempengaruhi tindakan serta berorientasi pada proses klinis, karena proses penatalaksanaan tersebut berlangsung di dalam situasi klinik dan dua langkah terakhir tergantung pada klien dan situasi klinik

Penerapan Manajemen Kebidanan Varney Dalam Asuhan Kebidanan Ibu Bersalin Resiko Tinggi Dengan Pre Eklamsi
Adapun penerapan manajemen kebidanan menurut Varney meliputi : pengkajian, intervensi data, masalah, potensial antisipasi, implementasi, intervensi, evaluasi.

Langkah I: Pengkajian
Pasien datang periksa darik kepala sampai ujung kaki termasuk sistem tubuh, penampilan umum dan status fisiologi. Pada pasien pre eklampsi (PE) ringan kita kaji terutama ke arah adanya tanda-tanda PR eklamsia antara lain
1. Data Subyektif
1) Biodata
Umur penting karena merupakan faktor predisposisi terjadinya (PE). Pada pre eklampsi berat dapat terjadi pada umur <20 tahun >35 tahun.
2) Keluhan pasien
Dijunjukkan pada data yang terutama mengarah pada tanda dan gejala yang berhubungan dengan pre eklampsia.
Pada keadaan ini klien mengeluh kepala pusing, kaki dan jari tangan bengkak.
3) Riwayat penyakit keluarga
Berkaitan dengan ini dikaji terutama mengenai penyakit hipertensi dan penyakit diabetes melitus (DM), dimana keduanya merupakan penyakit keturunan. Bila hal ini terjadi maka hipertensi yang timbul dapat dijadikan data yang bukan mengacu pada tanda pre eklampsi.
4) Riwayat Kesehatan Pasien
Ditujukan pada faktor-faktor penyakit yang diderita yang berkaitan dengan arah Predisposisi PE yaitu hipertensi.
5) Riwayat kebidanan
Dikaji terutama riwayat kehamilan yang lalu bagi multigravida apakah pada riwayat kehamilan yang lalu mengalami hal yang sama HPHT untuk menentukan umur kehamilan, karena PE terjadi pada umur kehamilan setelah 20 minggu.


6) Riwayat keluarga berencana
Terutama pada ibu dengan alkon hormonal, untuk mengetahui penggunaan alkon sebelum hamil karena hipertensi salah satu kontrak indikasi penggunaan alat kontrasepsi hormonal.
7) Riwayat perkawinan
Kemungkinan psikologis pasien sebagai penyebab terjadinya PE, meskipun merupakan penyebab yang belum jelas. Gangguan psikologis pada ibu dapat memacu timbulnya pre eklampsi dalam kehamilan.
8) Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
Perlu dikaji mengenai :
Pola nutrisi
Berkaitan dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan yang asih, atau mengkonsumsi makanan yang berlebihan sehingga terjadi kenaikan berat badan yang berlebihan, ini perlu dicurigai terjadinya pre eklampsi.
Pola aktifitas dan latihan
Dikaji karena dasar pengobatan pada PE adalah istirahat yang cukup, dengan ini tekanan darah dan oedema berangsur berkurang.
Pola persepsi kesehatan
Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan usaha yang akan dilakukan ibu untuk menolong dirinya sendiri apabila terjadi PE.
Pola persepsi kognitif
Untuk mengkaji kemampuan daya ingat terhadap peristiwa yang pernah dialami pada masa lalu yang berkaitan dengan kejadian PE, kaitannya dengan riwayat obstetri yang lalu dan riwayat kehamilan sekarang.

Pola pertahanan diri
Bagaimana ibu dapat mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya yang dapat mempengaruhi mmentalnya atau memperberat penyakitnya.
9) Keadaan psikologis
Terutama pada psikologis pasien yang tidak stabil karena ini salah satu faktor penyebab terjadinya PE, didalamnya terdapat data bagaimana keluarga, suami maupun dirinya sendiri menerima kehamiannya.
10) Pengetahuan pasien
Yang dikaji adalah berkaitan dengan pengetahuan pasien tentang pre eklampsia yang meliputi pengertian, resiko dan upaya pengobatan.
2. Data Obyektif
Dari data obyektif terutama dikaji mengenai
1) Tekanan darah
Ditujukan untuk mengetahui keadaan ibu berkaitan dengan berat ringannya PE yaitu kenaikan sistolik 30 mm HG atau lebih diatas tekanan biasa, tekanan histolik naik 15 mm HG atau lebih atau menjadi 90 mm HG.
2) Berat badan
Pada pemeriksaan awal maupun ulang untuk mengevaluasi kenaikan BB yaitu bila kenaikan berat badan ½ kg per minggu dinyatakan normal, sedang berat badan dalam 1 minggu naik 1 kg sampai beberapa kali, ini perlu diwaspadai.
3) Muka/kaki dan jari tangan (Extremitas)
Pola PE akan terjadi oedema, pada PE ringan oedem biasanya belum terjadi, oedem terjadi karena penimbunan cairan umum dan berlebihan dalam jaringan tubuh yang dijumpai pada muka, kaki maupun jari tangan.

4) Perkusi
Terjadinya spasme arteriol mempengatuhi pusat rangsang saraf diotak sehingga reflek patella tidak terjadi.
5) Auskultasi
Ditujukan untuk mengetahui keadaan janin didalam kandungan guna mendeteksi adanya gawat janin.
3. Data Penunjang
1) Laboratorium
Diarahkan untuk mengkaji protein urine, karena protein urine yang positif merupakan tanda dan gejala pre eklampsi.
2) Pemeriksaan dalam untuk menilai kemajuan persalinan.
3) UPD untuk mengetahui ada tidaknya kesempitan panggul.

Langkah II; Merumuskan Diagnosa/Masalah Kebidanan
a. Diagnosa Nomenklatur
Diagnosa ditetapkan berdasarkan data-data yang tekumpul dari pengkajian yaitu ;
G1 P0 A0,umur 21 th, hamil 39 minggu
Janin tunggal.hidup intra uterin
Presentasi kepala,sudah masuk PAP,puka
Dengan pre eklamsi ringan
Masalah kebidanan
Didasari dengan tanda-tanda yang terkumpul dari pengkajian maka masalah kebidanan yang dapat ditetapkan adalah
Peningkatan tekanan darah,dan gangguan psikologi yaitu cemas karena kondisi ibu.

Langkah III: Mengantisipasi Diagnosa/Masalah Potensial
Diagnosa potensial yang kemungkinan muncul pada ibu bersalin dengan pre eklamsi ringan adalah pre eklamsi berat
Untuk mencegah terjadinya Pre eklamsi berat dilakukan pemantauan tekanan darah

Langkah IV: Menetapkan Kebutuhan Tindakan Segera berdasarkan
Kondisi yang mungkin muncul adalah kegawatan pada janin yang perlu tindakan segara dengan oxygenasi dan melakukan kolaborasi dengan dokter untuk penanganan atau pemberian therapy dan oxygenasi.

Langkah V: Merencanakan Asuhan Secara Menyeluruh
Perencanaan asuhan berkaitan dengan diagnosa dan masalah yang ditetapkan dan disusun secara prioritas yaitu :
1) Memberitahu tentang hasil pemeriksaan keadaan ibu dan janin
2) Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian therapy dan pemeriksaan laboratorium.

Langkah VI : Implementasi
Pelaksanaan berdasarkan rencana yang disusun adalah:
1) Memberikan informasi tentang keadaan pasien.
2) Mengadakan kolaborasi dengan dokter, bila diperlukan.
3) Memberikan pengetahuan dan memberi motivasi terhadap tidak lanjut penaganan persalinannya.
Masalah
Kecemasan pasien terhadap keadaan dirinya dan janinnya diberikan penyuluhan dan konseling tentang pre eklamsi dan cara mengatasinya
Kebutuhan Masalah
Untuk pemeriksaan laboratorium, persalinan dan lain-lain akan berkolaborasi.


LangkahVII:Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan untuk menilai pelaksanaan asuhan kebidanan mengacu pada diagnosa nomenklatur, masalah dan kebutuhan pasien telah dapat teratasi atau belum adalah:
1) Apakah pre eklamsi ringan berlanjut menjadi pre eklamsi berat?
2) Apakah terjadi kegawatan pada janin?
pakah kecemasan pasien teratasi?